KABAR MADURA | Setelah sempat mangkrak bertahun-tahun usai dibangun, wacana pengoperasian pasar ternak terpadu di Desa Pakandangan Sangra, Bluto, Sumenep, kembali muncul. Kendati begitu, wacana itu justru kembali memantik polemik. Beberapa pihak mengungkit alasan sebenarnya hingga membuat bangunan itu tidak digunakan.
Saat dibangun di tahun 2014, proyek tersebut milik Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumenep. Kini, dinas itu bernama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep. Sayangnya, begitu rampung dibangun, pedagang ternak enggan menempati dengan alasan bukan keinginan mereka dibangun di lokasi itu.
Meskipun mangkrak, pada 2019 lalu, pengelolaan aset bangunan itu diserahkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep, kini Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (Diskop UKM dan Perindag) Sumenep.
Sampai saat ini, tidak ada pihak yang bersedia menjelaskan penyebab sesungguhnya mengapa dibiarkan mangkrak bertahun-tahun.
“Karena sudah dialihkan, otomatis berkasnya ada di sana (Diskop UKM dan Perindag) Sumenep, serta pengelolaannya menjadi tanggung jawabnya,” kata Sugiarti, eks pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang di Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumenep, Minggu (28/1/2024).
Wanita yang saat ini bertugas di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep itu menambahkan, proyek itu dikerjakan saat masa Arif Rusdi menjadi kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumenep.
Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumenep Arif Rusdi enggan menjawab saat dikonfirmasi tentang alasan dibangunnya pasar ternak itu. Alasannya karena sudah pensiun.
“Silakan tanya pada yang kepala yang baru saat ini ya, saya sudah tidak memiliki kewenagan menjawab,” ucap Arif Rusdi.
Bahkan, Kepala Diskop UKM Perindag Sumenep Chainur Rasyid melalui Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Idham Halil juga mengaku tidak tahu permasalahan yang membuat bangunan pasar ternak itu tidak terpakai.
“Saya masih baru di sini, nanti akan saya pelajari lagi, yang jelas terkait pembangunannya itu jauh sebelum saya ada di Diskop UKM Perindag,” tuturnya.
Bangunan tersebut akan difungsikan kembali oleh Diskop UKM dan Perindag Sumenep. Untuk mengaktifkan bangunan itu, kata pria dengan sapaan Inung itu, perlu diurai penyebab masalahnya. Hal itu akan dilakukan jika asetnya sudah benar-benar dialihkan ke instansinya.
“Saya akan urai permaslahannya apa, setelah itu akan diaktifkan lagi,” kata pria yang juga mantan pejabat di Bagian (Kabag) Pengadaan Barang dan Jasa (Barjas) Sekretariat Kabupaten (Setkab) Sumenep itu.
Sebelumnya, Ibnu Hajar, pedagang hewan Asal Lenteng itu mengatakan, tidak beroperasinya pasar ternak terpadu di Pakandangan Sangra Kecamatan Bluto itu karena para pedagang menolak pembangunan dilakukan. Anehnya, proyeknya terus dilanjutkan hingga selesai.
Para pedagang hewan ternak enggan karena lokasinya terlalu jauh. Sebab, pedagangnya berasal dari Kecamatan Rubaru, Lenteng, Batang-Batang, Ambunten, dan Pasongsongan, serta Kecamatan Batuputih. Jika dipaksakan berdagang di lokasi baru, disebut akan menghabiskan banyak biaya transportasi.
“Misalnya dari Batuputih semestinya habis Rp50 ribu, ke Pakandangan Sangra jadi Rp150 ribu tiap sapi. Itu tetap dibangun, kekeliruan yang fatal. Asal bangun karena tidak bertanya dulu sehingga hasilnya begitu (mangkrak),” ucap Ibnu Hajar.
Bahkan, warga Pakandangan Sangra, Rahman (22) juga mengaku rugi berjualan di pasar ternak terpadu itu.
“Karena murah, maka masyarakat juga enggan menjual di sana,” bebernya.
Menurut anggota Komisi II DPRD Sumenep Juhari, pembangunan itu murni kesalahan orgnisasi perangkat daerah (OPD) terkait, karena tanpa ada koordinasi dengan DPRD Sumenep.
“Waktu itu langsung dibangun tanpa ada perencanaan dulu, intinya asalkan ada proyek, langsung dikerjakan,” tegas dia.
Juhari menegaskan, perlu ada pertanggungjawaban, seperti apa perencanaan pembangunannya di tahun 2014 lalu. Terlebih, proyek itu sudah menelan anggaran lebih dari Rp2,3 miliar. Sehingga, imbuh politisi PPP itu, yang menjabat kepala dinas pada waktu itu yang perlu bertanggung jawab.
“Ini akan diseriusi, jika perlu nanti akan berlanjut ke jalur hukum,” tegas Juhari.
Selain digelontorkan Rp2,3 miliar di tahun 2014, pada tahun berikutnya, proyek itu kembali mendapat kucuran dana Rp200 juta. Dana itu digunakan untuk pembangunan puskeswan.
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna