Angka Stunting Sumenep Dipastikan Turun di Tahun 2023

Uncategorized223 views

KABARMADURA.ID | SUMENEP-Penderita stunting di Sumenep diklaim turun. Data terakhir  di tahun 2022, Kota Keris ini masuk peringkat kelima tertinggi se-Jawa Timur. Tahun ini, Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Sumenep mengeklaim ada penurunan, namun belum berani menunjukkan indikasinya.

Kepala Dinkes P2KB Sumenep Agus Mulyono mengatakan masih belum ada rilis terbaru terkait perubahan penurunan tersebut. Namun  dengan kepercayaan diri sudah mengatakan ada penurunan.

“Data resmi masih belum ada, tetapi insyaallah bakal ada penurunan tahun ini. Ditunggu saja info resminya, paling bulan ini sudah ada,” kata Agus.

Baca Juga:  Momentum HGN, Dinkes P2KB Sumenep Semangat Edukasi Masyarakat tentang Gizi

Agus melanjutkan, dasar dirinya mengatakan ada penurunan ialah dari hasil penelitian dari sejumlah mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi dengan mendatangi desa-desa itu sudah ada penurunan.

Penelitian itu mengambil beberapa sampel desa dengan indikator dari 36 anak yang sebelumnya mengalami kasus stunting ternyata sudah tersisa 5 orang.  Dari sebelumnya menderita 5 orang hanya tinggal 1 orang. Itu yang menjadi gambaran sehingga berani menyatakan ada penurunan kasus tersebut.

“Tetapi itu hanya data sementara, data resminya masih belum ada sampai saat ini,” imbuhnya.

Sehingga data resmi terakhir Kota Keris masih masuk paling tinggi nomor 5 se-Jawa Timur. Yakni dari data lima tahun terakhir penurunan kasus stunting masih mencapai 29 persen.

Baca Juga:  22 Pasien Dirawat di Puskesmas Kalianget, DBD di Sumenep Tembus 178 Kasus

“Kami sebagai upaya ada program gerakan seluruh elemen masyarakat atau dikenal dengan istilah Gets,” imbuhnya.

Diketahui, penderita stunting disebabkan makanan yang dikonsumsi tidak baik bagi kesehatan, dan kekurangan gizi termasuk juga penyebabnya. Padahal di Sumenep merupakan daerah kepulauan yang banyak menghasilkan ikan laut.

“Kasus itu stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak,” pungkasnya.

Pewarta: Moh Razin

Redaktur: Wawan A. Husna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *