Buaya Jalan-jalan Dekat Hotel Putri Pamekasan hingga Mencuat Legenda Buaya Putih di Sampang

News658 views

KABARMADURA.ID – Warga Madura dihebohkan dengan kemunculan buaya yang jalan-jalan di dekat Hotel Putri. Tepatnya, di dekat sungai Klowang, Jalan Trunojoyo, Pamekasan.

Hingga Selasa (23/5/2023) sore, buaya tersebut belum ditangkap oleh petugas PMK Pamekasan. Padahal, kejadiannya sudah Ahad kemarin (21/5/2023).

Meski begitu, PMK Pamekasan terus turun melakukan pelacakan. Bahkan, petugas PMK Pamekasan Syaiful Arif mengungkapkan, telah ada tiga tim dari tim Damkar yang ditugaskan untuk menangkap buaya tersebut.

Ketiga tim tersebut melacak anak buaya mulai dari lokasi penampakannya, hingga ke arah barat dan timur sepanjang aliran sungai Klowang.

“Namun, belum juga membuahkan hasil,” ujarnya.

Dari peristiwa tersebut, Syaiful mengajak seluruh masyarakat untuk mengambil hikmah. Yaitu, Madura tidak aman dari buaya. Sebab, selama ini warga Madura merasa aman dari buaya. Bagi mereka, hanya daerah Papua dan Kalimantan yang darurat buaya.

Legenda Buaya Putih

Peristiwa anak buaya jalan-jalan dekat Hotel Putri, memunculkan pembahasan terkait legenda Buaya Putih yang jarang orang mengetahuinya. Terutama dari kalangan para pemuda.

Karena itu, Wakil Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Sampang H. Moh. Yusuf berkisah tentang Buaya Putih tersebut.

Dijelaskan, legenda Buaya Putih terdapat di daerah kampung Glugur yang terletak antara Jalan Teuku Umar dan Jalan Bahagia Sampang. Bagi yang lahir tahun 1990 sampai 2000, kisah tersebut terbilang cukup familiar.

“Ada seorang santri yang terkenal nakal dan bandel. Itulah awal mula kisah Buaya Putih. Dia sering bolos; program pondok diabaikannya, bebal, tidak mempan untuk dinasehati siapapun termasuk oleh kiainya. Dia sukanya main-main berenang mandi di sungai,” ungkap pria yang akrab disapa Bang Yusuf tersebut.

Singkat cerita, kiai santri tersebut suatu waktu mendatanginya saat mandi di sungai. Dengan nada santai, sang kiai berucap: “pola been ajegeh songai beih, deddih beje pote (kamu jaga sungai saja, jadi buaya putih, red)”.

Tanpa diduga, ucapan tersebut berirama dengan takdir: sang santri seketika berubah menjadi buaya putih.

Sungai tersebut, saat ini dikeramatkan. Berdekatan dengan asta Buju’ Jrengon. Tokoh setempat melarang keras perempuan haid datang ke sungai tersebut. Sebab, diyakini bisa celaka.

Pewarta: Ali Wafa

Redaktur: Totok Iswanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *