KABARMADURA.ID | BANGKALAN-Demi menguji pencapaian dalam latihan, atau yang biasa mereka sebut berproses, sejumlah mahasiswa pekerja teater dari Komunitas Desah Universitas Trunojoyo Madura (UTM) membuat hal yang tidak biasa. Mereka mengadu kualitas berproses atau yang beri tajuk Battle of Monolog.
Mereka menggunakan metode yang tidak biasa dilakukan di kampus tersebut. Saat beradu pementasan itu, aksinya langsung dilakukan di hadapan beberapa juri. Yang lebih membuat menantang, dua pertunjukan ini digelar dengan panggung arena atau di ruang terbuka, namun dengan tampilan panggung yang menarik.
Bahkan, meski belum menjadi pertunjukkan sebenarnya, yang mereka tampilkan di Sabtu malam (2/9/2023) itu juga disaksikan sejumlah penikmat seni teater di kampus tersebut.
Di area yang berbeda, tengah digelar acara inagurasi mahasiswa baru UTM. Bahkan, acara yang dibalut dengan pertunjukan ul daul ini sempet membikin macet jalanan akses keluar dan masuknya kampus itu.
Namun anak-anak teater ini tetap khusyuk menampilkan kreativitasnya di area lain di kampus ini. Serasa tidak ada gangguan hingar bingar acara lain, keheningan pertunjukan teater dari anak-anak Komunitas Desah ini masih begitu terasa.
“Ini bagian dari upaya teman-teman untuk tahu seberapa pencapaian prosesnya dalam beberapa bulan ini,” begitu kata Devora, ketua umum Komunitas Desah kepada Kabar Madura, Sabtu malam (2/9/2023).
Maklum, mereka sudah mempersiapkan dua pertunjukkan itu sejak lama. Prosesnya sudah berbulan-bulan. Rencananya, pertunjukan itu yang akan dibawa untuk kompetisi di Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) tahun 2024 mendatang. Sebelum sampai ajang kompetisi tingkat nasional ini, garapan mereka akan diadu dengan komunitas lain di kampusnya. Pemenangnya akan mewakili kampus untuk diadu lagi di tingkat provinsi, atau biasa disebut Peksimida. Garapan pertunjukan yang terpilih di Peksimida itulah yang mewakili daerahnya di Peksiminas.
Dua pertunjukan yang dimainkan anak-anak Komunitas Desah di malam itu, masing-masing merupakan garapan monolog. Satu garapan dari mengadaptasi naskah berjudul Aeng/Alimin karya Putu Wijaya dengan aktor bernama Krisna. Lalu satu lagi dari naskah karya Putu Fajar Arcana berjudul Pidato dengan aktor bernama Bili.
“Kami memang tidak mau sembarangan menggarap pertunjukan ini. Karena kalau terpilih, kami yang akan membawa nama kampus di Peksiminas,” ucap Zahra Kemangi, asisten sutradara dari pertunjukan berjudul Aeng/Alimin.
Dalam Battle of Monolog itu, pementasan dengan judul Aeng/Alimin dipilih tim juri sebagai pementasan terbaik.
Tapi, kata Didi Kurniawan, koordinator tim juri dalam adu pementasan monolog itu, hasil ini belum final. Mereka masih punya cukup waktu untuk mengasah kemampuan hingga tahun depan. Karena mereka masih bisa melanjutkan prosesnya hingga masuk masa seleksi tingkat kampus, kemudian daerah, sebelum akhirnya pada gelaran Peksiminas nanti, jika dinyatakan lolos.
“Jangan tanggung kalau berproses,” singkat seniman teater yang kini juga menggeluti produksi seruling ini.
Pewarta/redaktur: Wawan A. Husna