Cerita Awal Mula Tari Topeng Gethak Pamekasan, Berasal dari Tugas Akhir Kuliah Parso

News90 views

KABARMADURA.ID | Dibalik ditetapkannya tari gethak sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) milik Pamekasan Agustus lalu, ada sosok yang tidak patut dilupakan. Dia adalah H. Parso Adiyanto, seniman lokal Pamekasan. Kiprahnya di kesenian dia lakoni sejak kecil. Dirinya merupakan generasi ketiga juragan sandur di Pamekasan. Tari-tarian, tabuhan gendang dan beragam irama, serta karakter dalam sebuah lakon telah dia jajal semua.

SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN

Siapa sangka, tari tradisional Pamekasan itu bermula dari tugas akhir kuliah Parso di STKW Surabaya. Saat itu, Parso harus meneliti salah satu kearifan lokal di daerahnya. Melalui kreativitas yang dimiliki, pria kelahiran 9 April 1957 itu  berhasil menciptakan gerakan-gerakan yang ada di tari topeng Gethak. Parso mengatakan, awalnya tari topeng Gethak  adalah hasil yang didapatkan dari tari klonowan. Tari itu merupakan serangkaian tari pembukaan sandur yang berdurasi satu jam.

Baca Juga:  Tahun 2023, Pemkab Sampang Terapkan Susunan OPD Baru

Kurang lebih du bulan, Parso melakukan penelitian terhadap tarian klonowan hingga lahir tari topeng Gethak dengan durasi kurang lebih 7 menit. Karya Parso itu berhasil mendapatkan nilai terbaik. Bahkan, tarian dengan menggunakan topeng itu juga langsung dipentaskan ke berbagai daerah, di antaranya Solo, Bali, dan Jakarta.

“2005 resmi dapat hak kekayaan intelektual (HAKI) sebagai pencipta tari topeng Gethak. Jadi kalau ada yang ngaku-ngaku bisa saya tuntut,” terangnya kepada Kabar Madura, Kamis (14/9/2023).

Proses penemuan tari topeng Gethak, diakui Parso tidaklah mudah. Ada tantangan tersendiri, mulai dari makna gerakan yang diciptakan, hingga arti kata Gethak yang digunakan, serta filosofi karakter topeng Gethak. Dikatakannya, karakter di dalamnya sebagai pengejawantahan tokoh Baladewa yang dianggap sebagai raja atau prabu Madura.

Keberhasilan tari topeng Gethak tentu tidak pernah lepas dari karirnya sebagai seniman yang Parso geluti sejak umur lima tahun. Bersama orang tuanya, Parso kerap kali melakukan beberapa pementasan kesenian sandur.  Tidak hanya fokus di satu peran saja, tapi dirinya juga menjajal semua peran, seperti penari, tukang tabuh, dan lainnya. Aktor terbaik teater  tradisional se-Jawa Timur tahun 1994 itu mengaku, ada ketertarikan tersendiri dalam dunia seni. Dasar itulah, yang membuat dirinya tetap menggeluti kesenian hingga saat ini, meski usianya sudah mencapai 66 tahun.

Baca Juga:  Ditemukan Pengerjaan Plengsengan Rp12 M Tidak Beres, PUPR Sampang Peringatkan Pelaksana dan Pengawas Proyek

“Apapun yang menjadi ciri khas Pamekasan harus dilestarikan. Karena untuk menciptakan kearifan lokal, ada banyak hal yang perlu dilalui. Tari topeng Ghettak tidak serta merta ada seperti sekarang, saya masih harus melalui sekian tahun berproses di kesenian,” ungkap pemuda pelopor tingkat nasional bidang kebudayaan tahun 1991 itu.

Redaktur: Sule Sulaiman 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *