Cerita Owner Nyi Leha, Pertahankan Corak Batik Motif Zaman Dulu, Perluas Penjualan di Marketplace

News194 views
Banner Iklan

KABARMADURA.ID | Bicara soal batik di Kabupaten Pamekasan, tak akan pernah ada habisnya. Sebab, tidak sedikit di wilayah yang memiliki 13 kecamatan ini memang memiliki budaya itu. Dari sekian pengrajin batik yang ada di Bumi Ratu Pamelingan, ada Sri Wahyuni Fatmawati. Dia merupakan pengrajin sekaligus pengusaha batik yang hingga kini masih mempertahankan ciri khasnya, yakni batik gurik dengan motif zaman dulu. Soal penjualan batiknya, jangan ditanya. Sudah modern. Dia menjualnya melalui marketplace.

SAFIRA NUR LIALY, PAMEKASAN

Owner Nyi Leha Batik ini merupakan generasi ketiga yang mewarisi budaya itu untuk meneruskan tongkat estafet batik gurik dengan motif zaman dulu. Sri memproduksi batiknya itu di rumahnya, yaitu di Dusun Arsojih Desa Pagendingan, Kecamatan Galis.

Sri mengungkapkan, usahanya bisa bertahan hingga saat ini, selain mempertahankan motif dari batik guriknya, dia juga terus melakukan inovasi dalam mengembangkan usahanya tersebut. Salah satunya pada metode pemasarannya. 

Baca Juga:  Ratusan Lembaga di Sumenep Sulit Dihubungi setelah Ajukan Proposal Bantuan

“Zamannya sudah beda, jadi harus ada wajah baru tanpa menghilangkan identitas dalam usaha ini. Saya mulai  dari strategi pemasaran dan metode produksinya,” ungkapnya .

Dia menceritakan, dulu, ketika sang nenek merintis usaha itu, tidak dapat memproduksi batik dengan jumlah besar. Kendalanya di modal. Kemudian ketika berpindah kepada tangan ke sang ibu, produksinya juga masih terbatas. Itu juga berimbas pada hasil yang didapatkannya. Sebab, hanya menjual batik dengan jumlah terbatas.

Puncaknya, pada tahun 2019 lalu, di tangan Sri, usaha turun temurun itu dapat dikelola dengan baik. Mulai konsisten memproduksi batik dengan tanpa harus menghilangkan ciri khasnya, yakni batik gurik dengan motif zaman dulu. Pendapatannya pun meningkat.

Baca Juga:  Tiga Tokoh Minta Diusung Partai Demokrat Maju di Pilkada Sumenep

Tidak hanya itu, pengemasan dan strategi marketingnya pun dia ubah. Di mana, sebelumnya penjualan masih dilakukan secara manual. Baik dengan cara menjajakan maupun memasarkan dari mulut ke mulut. 

Kini, Sri sudah menjual di beberapa marketplace. Sehingga bisa menjangkau pembeli lebih luas. Maka tak heran jika omzet per bulan bisa mencapai Rp4 -5 juta. Untuk harga batiknya, diakuinya, dibanderol cukup mahal dibanding batik lainnya. Yakni, seharga Rp150 ribu hingga Rp1,5 juta.

“Sekarang justru yang diminati adalah motif jaman dulu. Persaingan pasar cukup ketat ditambah harga yang dibanderol cukup mahal. Tapi, batik yang kami buat warnanya tidak lekas pudar, justru semakin lama tambah cerah. Itu kelebihannya, kenapa harganya lebih mahal dari batik lainnya,” jelasnya kepada Kabar Madura Senin (15/5/2023). 

 Redaktur: Moh. Hasanuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *