KABARMADURA.ID | Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, usia minimal untuk matang menikah adalah 19 tahun. Namun di Madura, pernikahan di bawah usia tersebut masih jamak terjadi. Sebagian harus mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan agama (PA) karena belum genap berusia 19 tahun.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3APKB) Pamekasan Yudistinah mengungkapkan, pengajuan dispensasi nikah tersebut dilatarbelakangi beberapa faktor. Di antaranya karena tunangan terlalu lama, pola pikir masyarakat yang tidak berkembang, keterbatasan ekonomi, dan budaya lingkungan serta sebagian kecil karena hamil di luar nikah.
Disebutkan, 90 persen alasan yang diajukan adalah karena tunangan terlalu lama, sehingga dikhawatirkan akan gagal nikah. Terlebih, di sebagian masyarakat Madura, sudah ada yang ditunangkan kendati masih di usia dini.
“Di tahun 2022, faktor karena hamil di luar nikah hanya ada 5 kasus. Selebihnya karena kekhawatiran takut gagal nikah jika terlalu lama bertunangan. Bahkan ada juga yang karena kemauan si anak sendiri, tidak mau melanjutkan sekolah,” terang Yudistinah.
Pemohon dispensasi nikah didominasi dari pelajar tingkat sekolah menengah pertama (SMP), jumlahnya 134 pemohon. Kemudian disusul dari tingkat sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 59 pemohon. Sedangkan untuk tingkat sekolah dasar (SD) sebanyak 50 pemohon.
Meski rekomendasi perkawinan itu dikeluarkan oleh dinasnya, pihaknya terlebih dulu melakukan konseling mental bagi masing-masing pemohon. Hal tersebut dilakukan guna menekan pengajuan dispnesasi nikah di bawah umur.
“Sebelum rekomendasi itu diajukan ke PA, kami lebih dulu melakukan konseling mental kepada mereka. Baik tentang bagaimana menghadapi perkawinan kedepannya ataupun dari segi kesehatan ketika hamil. Artinya, kami tidak bisa menolak pengajuan dari pemohon, putusannya ada di PA,” pungkas Yudistinah.
Pewarta: Safira Nur Laily
Redaktur: Wawan A. Husna