KABARMADURA.ID | SAMPANG–Aksi para kepala desa (kades) seluruh Indonesia di Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu memunculkan berbagai macam reaksi. Salah satunya datang dari fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sampang. Sedikitnya, empat dari tujuh fraksi ikut mengomentari.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Sampang Achmad Baihaki Munir mengaku setuju dengan tuntutan para kades untuk memperpanjang masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Pihaknya berpijak pada sikap partai yang untuk mendukung aspirasi kades.
Dukungan tersebut bukan tanpa alasan. Secara politis, aspirasi kades itu telah diamini oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar yang notabene merupakan kader PKB. Sehingga segala yang melatarbelakangi aspirasi kades dapat diterimanya.
“Karena yang menemui demonstran saat itu termasuk dari PKB. Kami sebagai kader PKB juga mengikuti apa yang menjadi instruksi dari pusat,” ucapnya, Senin (23/1/2023).
Meski komentar itu terkesan mencari aman, namun Baihaki menyadari, bahwa dengan diperpanjangnya masa jabatan kades menjadi 9 tahun, maka akan terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia. Sebab, sirkulasi kepemimpinan di desa menjadi semakin lambat.
“Dengan perpanjangan 9 tahun itu menghalangi para generasi yang ingin mencalonkan sebagai kepala desa,” ujarnya.
Senada dengan PKB, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sampang Abdus Salam secara terbuka mendukung langkah para kades. Sebab menurutnya, masa jabatan 6 tahun belum cukup untuk meredam konflik pemilihan kepala desa (pilkades) di masyarakat yang cenderung berlarut-larut.
Selain itu, masa jabatan kades 6 tahun dinilai tidak cukup untuk membangun desa. Sementara 9 tahun, baginya cukup ideal untuk merealisasikan semua visi dan misi kades. Abdus Salam menyebut, perpanjangan masa jabatan kades bukan sebuah awal dari mundurnya demokrasi.
Bahkan, gagasan perpanjangan masa jabatan kades dinilai sebagai sebuah terobosan baru yang patut diapresiasi. Dengan begitu, kades mampu bekerja lebih maksimal untuk merealisasikan semua janji politiknya. Sehingga, tidak ada alasan lagi bagi kades untuk tidak menepati janjinya.
“Saya kira Fraksi Demokrat di pusat juga setuju. Karena yang menjamu para kades saat ke Jakarta kemarin juga dari Demokrat,” ungkapnya.
Meski begitu, Abdus Salam menyatakan, dukungan yang diberikannya bukan karena adanya ancaman dari para kades untuk menghabisi partai politik (parpol) yang menolak perpanjangan masa jabatan di Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang.
“Ancaman itu dari oknum saja. Hanya segelintir kades saja yang mengancam seperti itu. Kami mendukung juga bukan karena ada ancaman itu,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Alan Kaisan menilai, masa jabatan kades 9 tahun itu terlalu lama. Sebab, semakin lama masa jabatan berpotensi memunculkan sebuah kerajaan di tingkat desa. Baginya, masa jabatan 6 tahun sudah ideal bagi kades.
“Karena ujungnya nanti berada di tangan masyarakat. Bila kepemimpinannya bagus, tidak perlu minta pepanjangan, akan diperpanjang dengan sendirinya oleh masyarakat. Bahkan di pilkades tidak akan ada lawannya,” ucapnya, Senin (23/1/2023).
Alan menjelaskan, memperpanjang masa jabatan kades bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik pilkades. Sebab, penyelesaian konflik pilkades bergantung pada cara kades menyelesaikannya. Bila komunikasi kades dengan masyarakat baik, maka konflik akan terselesaikan.
Karena itu, kata Alan, tuntutan perpanjangan masa jabatan kades hingga menggelar aksi demonstrasi di Senayan jauh dari keinginan masyarakat yang sebenarnya. Sehingga, tuntutan itu dinilai kurang tepat untuk disebut sebagai aspirasi masyarakat.
“Belum tentu apa yang diinginkan masyarakat sama dengan yang diinginkan kades. Kalau memang itu kepentingan masyarakat, kenapa harus kades yang demo. Seharusnya masyarakat yang demo. Atau setidaknya, aspirasi itu muncul dari wakil rakyat yaitu DPR,” jelasnya.
Bagi Alan, ancaman pada kades untuk menghabisi parpol yang menolak perpanjangan masa jabatan kades hanya gertakan semata. Terlebih lagi, ancaman itu hanya datang dari beberapa kades saja, tidak mewakili seluruh kades di Indonesia. Partainya pun tidak bergeming atas ancaman tersebut.
“Coba kita lihat nanti, apakah satu partai yang mendukung akan menang penuh di desanya. Tidak mungkin itu,” ucap Alan.
Di lain pihak, Ketua Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Sampang Ubaidillah memilih sikap netral. Menurutnya, masa jabatan kades diperpanjang atau tidak mengandung konsekuensinya masing-masing. Bila diperpanjang ke 9 tahun, maka masyarakat harus lebih selektif dalam memilih kades.
“Karena kalau salah pilih, hanya akan memperpanjang kesengsaraan rakyat,” ucapnya.
Dengan demikian, kata Ubaidillah, maka masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih memimpin dan mulai belajar mengesampingkan politik transaksional yang sampai saat ini masih mengakar. Ketika tepat dalam memilih kades, maka perpanjangan masa jabatan akan menjadi anugerah.
Meski begitu, Ubaidillah mengaku lebih setuju masa jabatan kades 9 tahun. Sebab dengan begitu, potensi terjadinya konflik pilkades mampu ditekan untuk tidak berkepanjangan. Karena masyarakat desa tidak terlalu sering berbenturan.
“Tapi di sisi lain, harus kita tuntut bersama, bahwa masyarakat harus jeli dalam memilih pemimpin. Karena kalau tidak, efeknya juga besar,” tandasnya.
Namun Ubaidillah tidak memungkiri, bahwa ada sisi negatif di balik perpanjangan masa jabatan kades. Sebab, sirkulasi kepemimpinan di desa akan lebih lambat. Sementara masa jabatan 6 tahun, berdampak positif bagi terciptanya sirkulasi kepemimpinan di desa yang ideal.
“Jika disebut itu keinginan rakyat itu subjektif. Mestinya bilang saja bahwa itu keinginan kades. Karena kan kades juga punya hak untuk menyampaikan aspirasi. Kenapa harus menamakan orang lain yang belum tentu sama keinginannya,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Sampang Muhammad Subhan belum mau memberikan tanggapan terkait tuntutan perpanjangan masa jabatan kades. Sebab, di internalnya belum membahas hal tersebut.
“Kami belum rapat tentang itu. Masih akan kami rapatkan dulu,” ujarnya.
“Karena yang menemui demonstran saat itu termasuk dari PKB. Kami sebagai kader PKB juga mengikuti apa yang menjadi instruksi dari pusat.”
“Saya kira Fraksi Demokrat di pusat juga setuju. Karena yang menjamu para kades saat ke Jakarta kemarin juga dari Demokrat.”
“Belum tentu apa yang diinginkan masyarakat sama dengan yang diinginkan kades. Kalau memang itu kepentingan masyarakat, kenapa harus kades yang demo. Seharusnya masyarakat yang demo. Atau setidaknya, aspirasi itu muncul dari wakil rakyat yaitu DPR.”
“Karena kalau salah pilih, hanya akan memperpanjang kesengsaraan rakyat.”
Pewarta: Ali Wafa
Redaktur: Wawan A. Husna