Haji Digital

Opini60 views
Banner Iklan

Busri, S.Th.I, Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep 2021-2026

IBADAH HAJI, merupakan rukun Islam kelima setelah syahadat, shalat, zakat, dan puasa ramadhan. Empat rukun di atas harus dilaksanakan semua umat muslim tanpa terkecuali. Sementara haji diwajibkan bagi umat Islam yang mampu, baik secara finansial, kesehatan, maupun psikologis.

Kharisma 2

Kemampuan finansial dimaksud, calon jamaah haji telah memiliki ongkos haji pulang pergi dari Indonesia ke tanah suci Makkah, begitu sebaliknya. Kesehatan fisik dan non fisik harus mumpuni. Bila sakit tidak wajib lagi melaksanakan haji. Sedangkan non fisik, psikologi, rukun Islam nomor lima ini tidak wajib bagi orang yang gila. 

Berangkat haji, harus memiliki niatan suci untuk menyempurnakan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah harus benar-benar tertanam dalam hati. Bukan sekedar ingin eksis di media sosial dengan foto selfie, lalu mendapatkan sanjungan, dan like

Niatan suci ibadah haji sangat penting. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Tidak sempurna ibadah seseorang dalam hidupnya bila tidak melaksanakan haji. Haji adalah tugas sekaligus impian seluruh kaum muslim di seluruh dunia.

Impian kaum muslim karena dalam pelaksanaan ibadah haji, terdapat rukun wukuf di Padang Arofah. Tempat bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa setelah di keluarkan dari Surga karena tertipu Iblis. Selain dapat mengingatkan history leluhur, Allah SWT mengampuni segala dosa kaum mukmin. 

Lebih dari itu, Jabal Arafah disebut pula Hari Arafah adalah hari paling agung, di mana Allah mengampuni dosa-dosa Kaum Mukminin di segala penjuru dunia manakala mereka membentangkan diri untuk mendapatkan anugerah Allah yang dicurahkan pada hari tersebut dengan doa yang sungguh-sungguh.

Rasulullah bersabda “Jika tiba hari Arafah, tidaklah seseorang masih mempunyai setitik iman dalam hatinya melainkan ia akan diampuni. Lantas ada yang bertanya : Ya Rasulallah, apakah terkhusus bagi yang wukuf di Arafah saja atau untuk semua manusia?, Rasulullah menjawab : Untuk semua manusia”. HR. Abu Daud

Baca Juga:  Resesi Seksual dalam Sastra Kita

Selain itu, Hari Arafah dikenal sebagai hari pembebasan dari Api Neraka dan Allah sangat bermurah hati dan penuh dengan kasih sayang. Diriwayatkan dari Jabir r.a., Rasulullah bersabda “Tidak ada hari yang lebih utama di hadapan Allah melebihi Hari Arafah. (Rahmat) Allah SWT. turun ke langit dunia, Allah pun membanggakan penduduk bumi kepada penduduk langit seraya berfirman : 

“Lihatlah kepada hamba-hambaku yang datang kepadaku dengan tubuh lusuh penuh debu menggaduh. Mereka datang dari segala penjuru yang jauh dengan mengharapkan rahmatKu sedangkan mereka tidaklah melihat siksaanKu”. Maka tidaklah ada hari di mana pembebasan dari Neraka itu melebihi di Hari Arafah”. HR. Baihaqi

Imam Syafi’i berkata “Dan telah sampai kepada kami, bahwasanya do’a (sangat) dikabulkan pada 5 malam: Malam Jum’at, Malam Idul Adha, Malam Idul Fitri, Awal Malam Rajab, Malam Nishfu Sya’ban.” HR. Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman no. 3556.

***

Untuk jamaah haji yang sedang melaksanakan haji, memperbaiki niatan suci untuk menyempurnakan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah sebagaimana disebutkan di atas, adalah wajib. 

Namun, terkadang menjadi miris di era digital, era media sosial ketika mendengar kabar, banyak di antara para jamaah haji yang tidak lagi murni memenuhi panggilan Illahi. Bukan pula dalam rangka menyempurnakan ibadah dan meningkatkan ketaqwaan. Melainkan, sebagaimana sering kali terjadi di kalangan masyarakat, berhaji hanya karena gengsi. Gengsi kalau tidak memakai kopiah putih dengan sorban yang serba putih. Gengsi bila tidak di-upload di media sosial. 

Makanya, sebagai wujud telah benar-benar melaksanakan ibadah haji, setiap momentum baik di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Wukuf di Jabal Arofah, dan bahkan bertawaf keliling Ka’bah, tidak lepas dari ber-selfie, foto sekeliling, lalu di-upload ke media sosial. Lalu, diselingi dengan kata-kata sok bijak ”Semoga kalian semua segera menunaikan ibadah haji”. 

Baca Juga:  Pemkab Sampang Gelar Pembekalan bagi Ratusan Calon Jemaah Haji

Bila tidak berhati-hati, tindakan di era digital semacam itu lebih mengarah kepada perbuatan riya’. Riya’ berasal dari bahasa Arab yang berarti melihat. Menurut istilah, riya adalah memperlihatkan diri kepada orang lain agar keberadaannya baik ucapan, tulisan, sikap, maupun amal perbuatannya diketahui.

Riya’ juga dapat diartikan sebagai sikap ingin dipuji atau disanjung orang lain atas perbuatan yang telah dilakukan. Pertanyaannya, apakah kalian yang sedang melaksanakan ibadah haji dengan selfie-selfie demikian, agar mendapatkan sanjungan, like, komentar dan lain-lain, sehingga sengaja ’dipertontonkan’ di media sosial?.  Jawabannya, ada pada diri masing-masing jamaah haji. Setiap perbuatan tergantung kepada niat. Namun, terkadang niat baik menjadi batal atau dinilai salah kaprah bila tak dibarengi dengan tindakan baik pula. 

Akhir kata, rugi orang-orang yang berangkat ke Baitullah melaksanakan ibadah haji hanya karena mencari harta, gengsi atau bahkan karena ingin eksis di media sosial. Bila tujuan berhaji agar eksis di medsos, jangan salahkan orang lain bila menyebutnya sebagai haji digital atau haji medsos. Haji digital, adalah orang yang melaksanakan ibadah haji karena hanya ingin eksis di medsos.  

Rugi pula, kesempatan emas yang Allah berikan dengan kemampuan menunaikan ibadah haji tetapi tidak dipergunakan dengan sebenar-benarnya. Apalagi hanya untuk eksis di media sosial. Ingatlah, tidak semua orang mendapat kesempatan beribadah ke-Baitullah, dan belum tentu pula tahun mendatang Allah akan memberikan peluang kembali menunaikan ibadah haji. 

Harapannya, semoga jamaah haji yang tengah berada di tanah suci Mekah, termasuk golongan yang mendapatkan haji mabrur. Semoga pula, anda yang belum diberi kemampuan melaksanakan ibadah haji, akan segera dikabulkan hajatnya menyempurnakan rukun Islam kelima. Robbi Ballighna Nazuruhu. Amien.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *