KABARMADURA.ID | SUMENEP-Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) jadi penyebab doninan terjadinya perceraian di Sumenep.
Humas Pengadilan Agama (PA) Sumenep Hermawan Susilo membenarkan bahwa tingginya angka perceraian didominasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Di sini masalah terbesar persoalan KDRT, masih banyak faktor lain, tapi didominasi karena KDRT, sehingga tidak bisa didamaikan pada saat seblum sidang di PA,” katanya, Rabu (1/2/2023).
Selain KDRT, faktor ekonomi juga menyebabkan terjadinya perceraian, termasuk perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, meninggalkan salah satu pihak, serta beberapa faktor lainnya.
Sebagai langkah pencegahan, selama ini PA selalu berupaya mendamaikan kedua pihak sebelum sidang dilakukan.
Sementara itu, Panitera Muda (Panmud) Hukum Pengadilan Agama (PA) Sumenep Suswati menambahkan, pada Januari 2023 ini, kasus cerai gugat sudah sebanyak 115 perkara dan cerai talak sebanyak 70 perkara. Perkara itu sudah diputus setelah gagal diselesaikan dengan mediasi.
Masalah tingginya angka perceraian juga menjadi atensi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep.
Menurut anggota Komisi IV DPRD Sumenep Nurus Salam, dinas terkait perlu terobosan baru untuk meminimalisir jumlah perkara tersebut.
“Perlu adanya parenting school. Harus ada program pendampingan dari tingkat bawah atau bisa jadi ada program bimbingan perkawinan serta lainnya,” katanya, Rabu (1/2/2023).
Parenting school merupakanilmu tentang mendidik anak, baik sebagai orang tua maupun sebagai guru. Hal itu dirasa penting agar dapat mengupayakan pola didik dan asuh anak yang tepat dan baik bagi anak.
Selain itu, selain pendampingan dari orang tua pasangan, pemerintah desa (pemdes) bisa membuat program pembinaan bagi pasangan baru, termasuk pendampingan serta pengarahan. Untuk pelaksanaanya, pemdes dapat berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Selain itu, menurut nurus, memang butuh dukungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep melalui program pembinaan sejak usia anak, utamanya pendidikan karakter.
“Semuanya butuh didikan dari tingkat bawah. Agar pada saat putra atau putrinya melakukan pernikahan tidak cepat bertengkar terus menerus,” tuturnya.
Nurus memaklumi, memang tidak mudah dalam meminimalisir angka perceraian, karena berkaitan dengan karakter. Sehingga pada saat menikah, ada masalah sedikit bisa menimbulkan kemarahan besar dan saling menyalahkan antara suami istri, kemudian terjadilah pertengkaran hingga perceraian.
“Intinya perlu didikan dari sejak paling bawah hingga Pemkab Sumenep,” tutup Nurus.
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna