KABARMADURA.ID | SAMPANG –Seperti kota lain pada umumnya, Kabupaten Sampang juga memiliki sebuah museum. Namun, koleksi benda arkeologi di dalamnya sangat minim. Gedung museumnya pun sangat sederhana dan kapasitasnya sangat terbatas.
Bahkan, seorang sejarawan muda Sampang bernama Umar Faruk menyebut, Sampang seperti tidak memiliki museum. Karena keberadaan museum saat ini sangat memprihatinkan bila dibanding kabupaten lain, seperti Sumenep.
Padahal menurutnya, Sampang juga memiliki kekayaan historisnya tersendiri. Karena itu, dia menyarankan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang memberikan perhatian lebih terhadap museum Trunojoyo. Karena sejatinya, banyak benda arkeologi yang dapat dimuseumkan.
“Sampang juga memiliki kekayaan historis. Hanya saja masih perlu perhatian lebih dari pemerintah,” ucapnya, Kamis (13/4/2023).
Di lain pihak, Kepala Disporabudpar Sampang Marnilem mengatakan, Museum Trunojoyo masih terbilang baru. Karena baru beberapa tahun berdiri. Dia mengakui, kondisi museum milik Kabupaten Sampang belum layak jika dibanding kota lain, seperti Sumenep.
Salah satu alasannya, karena ada beberapa kendala, misalnya belum bisa memperkaya perbendaharaan benda arkeologi. Hal itu lantaran banyak benda-benda bersejarah yang tidak bisa dimuseumkan. Artefak itu cenderung dibiarkan berada di tempat asalnya.
Salah satu contohnya, kata dia, artefak peninggalan buyut Napo di Desa Napo Laok, Kecamatan Omben. Tokoh masyarakat dan warga setempat tidak memperkenankan artefak peninggalan buyut Napo untuk dibawa ke museum. Sehingga benda itu dibiarkan tetap di tempat asalnya.
“Kami pernah meminta untuk dibawa ke museum, tapi orang di sana menolak. Warga setempat memilih untuk merawatnya sendiri,” ujarnya.
Pihaknya tidak dapat memaksa untuk membawa artefak itu ke museum. Sehingga mereka hanya bisa membuat replikanya untuk kemudian dipajang di Museum Trunojoyo. Namun untuk membuat replika itu membutuhkan biaya. Biaya yang dibutuhkan sekitar Rp60 juta.
Pihaknya sudah pernah mengusulkan anggaran untuk pembuatan replika benda arkeologi itu di dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun sayangnya, institusinya mengalami pemangkasan anggaran karena dialokasikan ke program yang lebih prioritas.
“Karena untuk membuat replika itu tidak sembarangan. Butuh tenaga profesional dan itu ada biayanya,” pungkas Marnilem.
Pewarta: Ali Wafa
Redaktur: Moh. Hasanuddin
Sebagai kaum muda, yang lahir di sampang saya jugak prihatin dari kalangan muda yang saat ini kurangnya mendalami pemahaman sejarah sampang, yang banyak di terlahir tokoh-tokoh dahkan ada penelitian rumah adat madura yang masih di lestarikan hanya ada di sampang, pernyataan ini saya dapat dari dosen bahasa arab pasca sarjana IAIN KEDIRI yakni bapak umar faruk.