Ahmad Sahidah: Dosen Semantik dan Ma’anil Qur’an Universitas Nurul Jadid
Dalam hari-hari terakhir ini, saya seringkali duduk di pondasi pagar depan rumah untuk menikmati langit yang dipenuhi dengan layang-layang. Ada banyak anak yang menunggu layangan itu putus dan berebut untuk memilikinya. Betapa menyenangkan melihat pemandangan ini di waktu sore. Langit cerah dan udara segar menyelingi di sela-sela perhatian pada kegembiraan melihat layangan putus karena itu mendorong anak-anak menjemput kebahagiaan bila berhasil mendapatkannya. Saya melihat wajah anak lelaki yang berbinar tatkala memperolehnya untuk pertama kali.
Dari pengalaman ini, kata apa yang bisa menggambarkan keadaan di atas? Kesentosaan. Dalam keadaan tubuh bugar, emosi stabil, dan batin tidak tertekan, kita cenderung untuk merasakan kedamaian. Tentu, ini bukan kondisi yang diperoleh serta merta. Jelas, ia berasal dari kesadaran, pengembangan diri dan pemenuhan kebutuhan yang beraneka ragam. Untuk menegaskan hal ini, kita bisa menyodorkan keadaan sebaliknya, kepala pusing, marah dan jengkel bisa merampas kesenangan kecil dan besar dari apa yang kita miliki dan pernah lalui.
Menariknya, untuk meraihnya kita harus bermula dengan keadaan tubuh yang sehat, yang bisa dicapai dengan memberikan asupan makanan yang cukup, olah raga teratur, dan istirahat yang cukup. Justru, di sini manusia menghadapi banyak tantangan karena pola makan yang tidak memenuhi aturan piramida makanan, kemalasan bergerak sebab teknologi telah menggantikan otot manusia, serta gangguan tidur karena begitu banyak hiburan di tangan dengan kehadiran gawai.
Selain itu, kesentosaan juga melibatkan kesehatan mental dan emosional. Hal ini bisa diwujudkan apabila kita bisa mengelola stres, menumbuhkan pola pikir positif dan menghadapi tantangan dengan perasaan optimis. Dalam buku-buku motivasi, praktik seperti meditasi, yoga dan terapi bisa dijadikan perantara untuk mencapai ketenangan pikiran dan kestabilan emosional. Tentu, sembahyang bisa menjadi jalan bagi orang beragama untuk meraih ketenangan.
Salah satu yang perlu diperhatikan dalam salat adalah thuma’ninah, yang mengacu pada keadaan ketentangan atau ketenangan batin. Kata tersebut juga terkait dengan hudu’, yang menunjukkan suasana tenang dan bebas dari kebisingan. Jelas, suasana yang syahdu tatkala berada di musala menggambarkan situasi demikian, sehingga di sini, setiap orang bisa menghadirkan dirinya tanpa dibebani oleh kedudukan dan kebendaan. Pendek kata, kehadiran di sini telah menggambarkan bahwa yang bersangkutan sehat dan memiliki ruang yang luas untuk tepekur.
Dua kata Arab yang juga berada di medan semantik yang sama adalah sakinah dan salam. Kata pertama sering disebut sebagai ucapan selamat untuk perkawinan, yang membayangkan bahwa hubungan suami isteri menjadi tempat manusia untuk menemukan kedamaian. Kata salam, selain bermakna damai, ia juga menggambarkan ucapan yang bisa mencairkan kebekuan. Dengan mengatakan ini, seseorang telah memulakan hubungan dengan orang lain sehingga tidak ada kerisauan yang bisa menghalang kehadiran dalam sebuah ruangan.
Mengingat kesentosaan mendatangkan keadaan santai (relaxation), ia menjadi kebutuhan di tengah tekanan kehidupan yang semakin mencengkeram. Dengan ketersedian gawai dan transaksi secara daring, banyak orang terperangkap dengan pencapaian instan bahwa dengan memenuhi keinginan ia merasa mendapatkan ketenangan, padahal ia bisa menjadi racun karena kebutuhan hakikatnya berbeda dengan hasrat untuk mengikuti iklan dan apa kata orang.
Selain itu, kesentosaan sering dikaitkan dengan lingkungan eksternal. Ia bisa ditemukan dalam lanskap alam yang tenang, seperti pantai yang biru atau hutan yang hijau, tempat seseorang bisa mengalami perasaan harmoni dan keterkaitan dengan alam. Tetapi, sayangnya keindahan itu tidak hadir sepenuhnya karena banyak orang memilih untuk memamerkan, bukan mencerahkan, di media sosial. Untuk itu, pendidikan di sekolah seharusnya mendorong anak didik untuk melihat lingkungan secara alami, bukan dieksploitasi sedemikian rupa dengan membangunnya menjadi dunia fantasi yang dibayar mahal.
Akhirnya, kesentosaan adalah keadaan yang meliputi rasa ketenangan, kedamaian, dan kesejahteraan yang utuh. Di sini, individu bisa menemukan penghiburan dan peremajaan untuk memberi arah pada tujuan hidup melalui pengetahuan dan kekuatan batin. Tanpa keduanya, ia akan senantiasa dilambung ombak dan tidak pernah menikmati minuman hangat di tepi pantai. Setiap pelayaran pasti berlabuh di pelabuhan, tempat seseorang menikmati apa yang diperoleh dan dipunyai. Di sini, ia harus tahu apa yang dicari.