KABARMADURA.ID | SAMPANG-Terjadinya penangkapan tersangka terorisme di Sampang beberapa waktu lalu, memantik tanggapan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Cabang Sampang. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang diminta lebih ketat dalam mengawasi para aparatur sipil negara (ASN).
Hal itu disampaikan Ketua Pimpinan Cabang (PC) GP Ansor Sampang Amin Syafi’. Sebab, tersangka terorisme yang ditangkap di Sampang merupakan seorang pegawai negeri sipil (PNS) dan sebagai guru kelas yang mengajar di SDN Rongtengah 5, Sampang.
“Pemerintah tidak cukup hanya menguji ASN dengan wawasan kebangsaan. Tetapi harus terus memantau untuk memastikan ASN tetap setia kepada NKRI,” tegasnya.
Sebab, kata pria yang lebih akrab dipanggil Gus Amin itu, seseorang untuk menjadi anggota jaringan terorisme tidak butuh waktu lama. Bahkan hanya dengan waktu 2 jam, seseorang sudah bisa diajak bergabung. Hal itu lantaran kuatnya doktrin di internal organisasi terorisme.
“Sampai dia pensiun harus terus dipantau dan pemerintah harus tegas. Ketika ada yang seperti itu ya harus dipecat,” lanjutnya.
Gus Amin menilai, ketertarikan seseorang untuk bergabung sebagai anggota jaringan terorisme berawal dari minimnya pengetahuan agama. Pemahaman terhadap Islam yang tidak utuh menjadi penyebab mudahnya paham radikalisme masuk.
Sementara yang bersangkutan, lanjut Gus Amin, mempelajari agama Islam tidak melalui guru yang tepat. Bahkan, terkadang hanya belajar melalui media sosial yang sanad keilmuannya masih diragukan. Sehingga, mudah terpapar paham radikalisme bahkan terorisme.
“Kita harus bahu membahu, baik ulama maupun pemerintah untuk memberikan pemahaman bahwa ajaran tentang khilafah bertentangan dengan syariat Islam. Ini tidak butuh dalil, karena memang bertentangan dengan agama dan negara,” ucapnya.
Gus Amin mengingatkan seluruh masyarakat agar berhati-hati menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Sebab, politik identitas kerap disusupi doktrin radikalisme. Sementara agama dianggap komoditas politik yang masih laku untuk dijual.
“Karena kalau seperti seorang guru terpapar radikalisme ini bahaya. Karena akan diajarkan kepada murid-muridnya. Sehingga akan bermunculan bibit baru,” pungkasnya.
Sementara hasil penelusuran darii sumber terpercaya Kabar Madura, tersangka terorisme yang ditangkap di Sampang beberapa waktu lalu memang lama diincar oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Bahkan Densus 88 sempat urung menangkap tersangka karena sedang bersama keluarga.
“Sebenarnya penangkapan itu direncanakan tiga hari sebelumnya. Tapi waktu itu tersangka sedang bersama anaknya. Tidak boleh ditangkap di hadapan keluarga,” ucap sumber yang enggan menyebutkan namanya.
Bahkan, lanjutnya, tersangka berinisial S itu sejatinya sudah diincar saat dia masih mengajar di salah satu SD di Kecamatan Ketapang. Namun kondisi geografis tidak memungkinkan untuk dilakukan penangkapan. Hingga kemudian S dimutasi ke Kecamatan Sampang pada tahun 2017 lalu.
Reporter: Ali Wafa
Redaktur: Wawan A. Husna