Kisah Guru Ngaji Muktamirul Zain, Ikhlas Mengajar Tanpa Dibayar

News71 views

KABARMADURA.ID Muktamirul Zain, seorang guru ngaji yang tulus mengabdikan dirinya untuk meraih ridha Allah SWT. Lewat menjadi seorang guru ngaji, dia tidak mengharapkan apapun kecuali keberkahan dan barokah dalam menjalani hidupnya. Baginya, bisa memberikan manfaat adalah cara terbaik dalam menjalani hidup. Menurutnya, berbuat baik merupakan bekalnya di akhirat kelak.

SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN

KM10082023
COVER 09 AGUSTUS 2023-1@1x_1
KM07082023
KM03082023

Pria asal Desa Seddur, Kecamatan Pakong itu berprofesi sebagai guru ngaji sejak tahun 2017. Saat dirinya berstatus sebagai mahasiswa S2 di salah satu kampus yang ada di Surabaya. Ketika memiliki kesempatan pulang, dirinya langsung mengajari anak-anak di desanya untuk membaca al-Qur’an.

Pria yang akrab disapa Irul itu mengatakan, kala itu ia miris melihat anak-anak di sekitarnya bermain di waktu maghrib, tanpa ada kegiatan yang positif. Sehingga, ia berinisiatif untuk mengajak anak-anak tersebut membaca Al-Qur’an.

Baca Juga:  Oknum Legislator Sumenep Bantah Miliki Tambang Ilegal

“Karena setiap sore mereka ngajinya sudah di madrasah, jadi anak-anak itu ketika maghrib tidak ngaji. Miris lihatnya. Setelah saya coba ajak ngaji bareng, ternyata masih banyak yang makhrajul hurufnya kurang dan tajwid salah,” terangnya, Kamis (13/4/2023).

Menurut pria kelahiran 1990 itu, sangat disayangkan sekali jika anak-anak tidak tahu mengaji. Sebab, pedoman hidup ada di dalam Alquran. Untuk itu, dirinya bertekad untuk mengajari anak-anak di desanya mengaji hingga sekarang.

Dia mengaku, mengajari ngaji anak-anak di desanya itu tanpa meminta bayaran. Sebab, dia meyakini apa yang dikerjakannya dengan ikhlas menjadi tabungannya di akhirat kelak.

Baca Juga:  Sempat Mengendap, Bantuan Insentif Guru Honorer di Sumenep Segera Cair

Irul mengaku, mendidik anak mengaji tidak mudah. Banyak hal yang harus dilalui dan dihadapi. Sabar adalah kunci utamanya. Menurutnya, menghadapi anak di usia dini harus dilakukan dengan sabar dan telaten. Masing-masing anak memiliki karakter yang berbeda, sehingga cara mendidiknya pun harus berbeda pula.

“Namanya anak-anak, ya kadang banyak tidak seriusnya. Ada yang sibuk main, makan. Tapi itu wajar dilakukan oleh mereka. Tergantung dari kitanya, bagaimana cara mengajarinya,” ungkap Irul.

Selain mengajari anak mengaji, dirinya juga berprofesi sebagai guru di Madrasah Ibtidaiah (MI) di lingkungannya. Tidak hanya itu, ia juga kerap menggandeng anak muda untuk memiliki kegiatan positif di masjid. “Masjid itu menjadi pusat peradaban masyarakat sekitar,” tambahnya.

Redaktur: Moh. Hasanuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *