Kisah Moh Farid, Berawal Dari Gagal Jual Sabut Kelapa hingga Miliki Produk Cocopeat dan Cocofiber

Uncategorized393 views

KABARMADURA.ID | Di Pamekasan, pohon kelapa begitu gampang dijumpai. Namun tidak banyak yang memanfaatkan buah kelapa  hingga sabutnya menjadi pundi-pundi. Nah, berbeda ketika buah bernama latin Cocos Nucifera itu berada di tangan Moh Farid. Di tangan pria asal Desa Glagah, Kecamatan Kadur itu, sabut kelapa dapat diolah menjadi cocopeat dan cocofiber, sehingga bernilai ekonomis.

SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN

Sebelum lahirnya produk cocofiber dan cocopeat dari tangan Moh Farid, ada cerita dibalik itu semua. Dimana ada seorang temannya yang memesan sabut kelapa dengan jumlah yang lumayan banyak. batalnya seorang teman yang sudah memesan sabut kelapa dengan jumlah yang lumayan banyak. Ia pun memesannya kepada para tetangganya. Namun, nasib baik tidak berpihak kepada Moh Farid, pesanan itu dibatalkan oleh temannya.

“Tumpukan sabut kelapa itu kalau saya bakar, jelas saya malu ke orang-orang. Nanti dikira gila,” katanya kepada Kabar Madura, Senin (30/1/2023).

Karena tidak ingin ‘jatuh, tertimpa tangga pula’, maka pria yang karib disapa Farid itu, berpikir keras untuk memanfaatkan tumpukan sabut kelapa tersebut. Akhirnya dia pun mendiskusikan permasalahan yang menimpanya itu dengan salah seorang temannya. Alhasil, ia memutuskan untuk belajar mengolah sabut kelapa itu menjadi bahan bernilai ekonomis.

“Dari perbincangan itu, saya justru disuruh membeli paku dan palu untuk merapikan serabut kelapa itu. Berawal dari situlah, saya mulai mengikuti pelatihan membuat cocofiber dan cocopeat,” terangnya. 

Baca Juga:  Pergeseran Pasukan Pengamanan Pilkada, Kapolres Pamekasan Sampaikan 7 Amanat Kapolda Jatim

Cocofiber adalah produk yang ia rintis pertama pada 2018. Namun usahanya tidak sesuai dengan ekspektasi Farid, bahwa produk yang dihasilkan dari sabut kelapa itu akan dinikmati banyak orang. Salah satu kendala yang dialaminya yakni, minimnya alat pendukung sehingga dia membuat produk cocofiber dengan cara manual. Selain itu, kendalanya juga karena kurangnya sumber daya manusia, serta belum menemukan pangsa pasar. 

Ia mengungkapkan, pembuatan cocofiber dengan cara manual hasil produksi tidak efektif. Sehingga ia memutuskan untuk membeli alat kepada temannya dengan cara menyicil. “Karena pembuatannya manual, jadi tangan itu banyak yang luka-luka,” tambahnya.

Dengan alat yang dibeli, satu tahun penuh Farid terus belajar hingga akhirnya mampu menghasilkan cocofiber dan cocopeat yang baik. Ada beberapa produk yang dihasilkan yakni, pot bunga, sandal, dan beragam bentuk lainnya. Bahkan, beberapa produknya itu sudah tembus mancanegara seperti ke Cina dan Turki. 

Namun sayang, masa kejayaannya harus kembali redup ketika wabah Covid-19 datang yang mengharuskan lockdown. Produknya tidak lagi bisa diekspor karena semua akses perdagangan ditutup. Begitupun dengan penjualan di dalam negeri. Farid mengaku, waktu itu tidak ada yang mau membeli produknya.

Baca Juga:  Hati-hati Gagal Panen, Dewan Minta DKPP Pamekasan Tidak hanya Klaim Bisa Panen Dua Kali Setahun

Rupanya, pandemi Covid-19 membuat Farid lebih termotivasi untuk keluar dari masa-masa sulit. Ia pun berusaha untuk berinovasi dalam mengembangkan usaha dan cara dia dalam memasarkan produknya. Hingga akhirnya, ia kembali mendapat orderan baik dari dalam maupun luar negeri. Transaksi jual beli itu tentu dilakukan ketika ada pelonggaran lockdown

Farid mengaku, usahanya itu bisa meraup omzet Rp30 juta perbulan. Banyaknya omzet yang didapat bukan berarti usahanya berjalan lancar-lancar saja. Pada 2022 lalu, ia gagal melakukan pengiriman ke Korea karena terkendala operasional yang tidak memadai. Kendati demikian, ia percaya bahwa cocofiber dan cocopeat yang dibuatnya itu bisa menjadi peluang bisnis yang memungkinkan dalam dua atau tiga tahun ke depan. 

Dijelaskannya, cocopeat memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri. Yakni, media tanam yang memiliki daya serap air yang cukup tinggi dan dapat menyimpan air dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ditampung dalam tanah. Begitupun dengan cocofiber, memiliki manfaat tersendiri. Sehingga, ia meyakini dua jenis usaha itu banyak peminatnya.

“Motivasi untuk tetap mengembangkan usaha ini, karena saya yakin ini memiliki peluang usaha yang cukup besar di dunia bisnis. Apalagi pemerintah mulai menerapkan go green,” ungkap Farid.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *