KABARMADURA.ID | SUMENEP-Penyelesaian dan pendampingan kasus kekerasan seksual terhadap anak sulit dituntaskan. Salah satu indikasinya lantaran minimnya dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
Menurut Sekretaris Cabang (Sekcab) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep Nunung Fitriana, selama mendampingi korban, masih banyak yang harus dimaksimalkan. Salah satunya, keterlibatan para tokoh masyarakat (tomas), kepala desa (kades) serta masyarakat yang mempunyai peranan penting lainnya.
Mereka, tutur Nunung, harus ikut serta dalam mendampingi kasus kekerasan seksual hingga tuntas.
“Hal itu biar menjadi efek jera kepada pelaku dan tidak diikuti oleh pelaku lain. Selama ini, kasus selesai dengan mediasi. Sementara mereka abai dengan keberadaan korban,” ujarnya kepada Kabar Madura, Kamis (19/1/2023).
Korban pelecehan seksual, kata Nunung, memikul semua beban yang dialami. Sedangkan masyarakat sendiri belum memahami dan masih menilai aib tersendiri bagi keluarga. Apalagi, mayoritas pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan orang terdekat atau famili dengan korban.
“Sesuai pengalaman kami, ada korban yang diminta pergi dari ruma atau dititip ke saudara di luar Madura. Mereka rata-rata lupa terhadap kondisi trauma yang dialami korban. Awalnya korban bercerita normal, satu dua kali pertemuan masih bisa, pertemuan ketiga korban ciut, ya itu selesai dengan mediasi,” tuturnya.
Ditegaskan, selama ini berdasar fakta di lapangan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terbilang tinggi. Sebab pelaku bisa terlepas tanpa beban. Sehingga potensi mengulangi perbuatan yang sama cukup tinggi. Sehingga, butuh peran dan dukungan dari semua elemen masyarakat.
“Di tahun 2021 ada 5 kasus yang selesai dengan mediasi sementara di tahun 2022 ada 9 kasus yang tidak dilaporkan. Ada kasus yang selesai dengan minta dinikahi, kasus terasa sudah aman, maka korban dicerai. Itu terjadi selama ini,” tegasnya.
Timsus Banyak Kecolongan
Polres Sumenep mengeklaim serius mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak. Salah satunya sudah membentuk tim khusus (timsus).
Tim terdiri dari beberapa kelompok. Masing-masing, seksi perlindungan perempuan dan anak tingkat RT atau yang disebut dengan istilah Tim Sparta. Bahkan, juga ada Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Khusus Tim Sparta, diketuai oleh Polres Sumenep.
Petugasnya adalah para personel kepolisian. Di tingkat RT ini dipantau oleh petugas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Komposisi Satgas PPA ini terdiri dari Dinsos P3A, Kejari dan anggota Polres Sumenep.
“Tim ini sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Masyarakat (Humas) Polres Sumenep AKP Widiarti, Kamis (19/1/2023).
Pihaknya menuturkan, selama tiga tahun terdapat 30 kasus yang dilaporkan. Rinciannya, 15 kasus tahun 2021, 13 kasus tahun 2022 dan masih 2 kasus untuk tahun ini, yakni dari Kecamatan Masalembu dan di Kangayan, Kepulauan Kangean atau Arjasa.
Sesuai informasi yang dihimpun Kabar Madura dari masyarakat kepulauan, keberadaan tim yang dibentuk masih jauh dari harapan jika dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di lapangan.
FH (inisial) pria asal Kecamatan Arjasa mengaku, dalam tiga pekan sudah ada 10 siswi sekolah dasar (SD) dan siswi sekolah menengah atas (SMA) menjadi korban pelecehan seksual. Dari belasan kasus itu, hanya satu orang yang berani melaporkan kasus tersebut.
“Sayangnya dari 10 siswi hanya satu yang berani melaporkan kasus ini, kalau kasus yang SMA ini belum ada laporan,” paparnya.
Rumah Aman Tidak Nyaman
SUMENEP-Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Sumenep Ahmad Dzulkarnain mengaku, selama ini sudah menyiapkan beberapa fasilitas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terutama terhadap korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
“Seperti, pendampingan dan menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur,” ujarnya kepada Kabar Madura.
Hanya saja, pernyataan tersebut justru mendapat reaksi kurang baik dari organisasi pemerhati korban seksual terhadap anak di bawah umur. Mereka menyebut, terdapat beberapa hal yang harus dievaluasi. Seperti, perbaikan infrastruktur di rumah aman. Kondisinya saat ini, fasilitas rumah aman kurang memadai.
“Seperti air yang kurang, termasuk melaksanakan kualifikasi pendampingan, yakni bagaimana lebih maksimal. Jangan mentang-mentang gratis pelayanan ala kadarnya,” papa Sekretaris Cabang (Sekcab) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep Nunung Fitriana.
Sementara itu, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep H Masdawi berjanji, akan melakukan peninjauan langsung ke tempat tersebut. Tujuannya, untuk memastikan kualitas layanan untuk masyarakat Sumenep benar-benar terwujud.
“Semua fasilitas memang tidak harus seperti hotel bintang lima. Tetapi harus layaklah. Kami akan seriusi persoalan ini,” janjinya.
Pewarta: Moh. Razin
Redaktur: Totok Iswanto