KABARMADURA.ID | SUMENEP-Dua terlapor dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di Masalembu ditetapkan sebagai tersangka. Polres Sumenep telah memeriksa keduanya. Status tersangka terhitung pada Rabu 11 Januari 2023.
Korban melalui kuasa hukumnya, Nadianto, mengatakan bahwa awalnya korban menolak bicara karena dalam kondisi trauma dan tertekan. Tetapi setalah didampingi, korban berani mengatakan kejadian yang sebenarnya.
“Perbuatan pelecehan seksual dilakukan dilakukan beberapa kali, dari kelas IV hingga saat ini kelas VI SD. Sehingga, mengalami trauma dan tertekan di bawah tekanan pelaku,” katanya, Kamis (12/1/2022).
Dua tersangka yang ditetapkan adalah AW, tetangganya yang juga guru ngajinya dan pamannya (AN). Saat ini dua tersangka sudah ditahan di Polres Sumenep. Sampai saat ini korban trauma, jika diberikan pertanyaan atau diajak bicara tidak semangat. Bahkan tidak bergairan melakukan aktivitas lainnya.
“Untungnya dia bisa diajak komunikasi. Namun, awalnya dia tidak mau untuk menyampaikan siapa pelakunya, berapa kali, di mana saja, karena dalam kondisi tertekan. Alhamdulillah lambat laun bisa menjawab,” tukasnya.
Dia sangat berharap penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus benar benar memperhatikan nasib korban kejahatan seksual itu, tidak ada keringanan hukuman, karena berdampak pada masa depannya.
“Soalnya beberapa kasus banyak yang didiskon. Dari hukuman maksimal 15 tahun banyak 7 tahun, 8 tahun, bahkan pernah diputus 1 tahun penjara. Ini kan diskon namanya,” tegasnya.
Kasus tersebut juga diharapkan menjadi atensi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep serta dikawal hingga tuntas.
Sebagaimana pengalamanannya sebagai pengacara, menurut Nadianto, kasus kejahatan seksual pada anak di Sumenep cukup banyak, baik pencabulan sampai pemerkosaan. Sejauh ini, sudah empat empat kali menangani kasus serupa. Semua pelakunya dari kalangan orang dewasa dan dari lingkungan sekitar korban.
Selain itu, korbannya banyak dari mereka yang merasa di bawah tekanan dan penguasaan pelaku. Sehingga, kata Nadianto, pemerintah harus turun tangan, setidaknya memberikan pendampingan dalam konteks psikologi, penguatan mental dan lainnya.
“Sama halnya dengan korban saat ini, itu posisinya di bawah penguasaan pamannya, kemudian di bawah penguwasaan guru ngaji, sehingga psikologi dari korban itu memang benar-benar tertekan,” ucap dia.
Apalagi, kata pria yang akrab disapa Nadi itu, perkara tersebut menyita perhatian banyak publik. Sehingga masa depan anak perlu dipulihkan kembali mentalnya.
“Ini betul-betul diperhatikan bagi Pemkab Sumenep, karena dia (PH) punya masa depan yang dia miliki,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Cabang (Sekcab) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep Nunung Fitriana mengatakan, atas kejadian tersebut dirinya yang melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas nama keluarganya sejak Sabtu 7 Januari 2023.
Selama ini pihaknya melakukan konseling pada korban yang bekerja sama dengan Dinas Sosial, Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-P3A) Sumenep.
“Hingga saat ini kami dampangi korban dan terus mengawal kasus itu, sebab menyangkat marwah anak,” ucap Nunung.
Subkomisi Pengaduan dan Kluster ABH serta Korban Kekerasan Seksual Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita juga prihatin dengan kejadian tersebut. Menurutnya, kasus itu perlu penanganan serius dan diproses dengan seadil-adilnya, serta berpihak pada korban. Yang dia maksud berpihak kepada korban adalah korban diberikan hak atas perkembangan informasi.
Selain mempunyai hak atas perkembangan kasus, korban juga memiliki hak pemulihan. Berdasarkan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Undang Undang Perlindungan Anak, maka pelaku wajib mendapat pemberatan sepertiga dari hukuman sebagai efek jera.
“Pelaku wajib mendapat pemberatan sepertiga dari hukuman sebagai efek jera. Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah, pihak keamanan serta media mengenai kasus ini, akan terus dikawal,” ucap wanita yang akrab disapa Dian itu.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti Sutioningtyas mengatakan, dari hasil pemeriksaan, korban dinyatakan tidak hamil. Kedua pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka terhitung pada 11 Januari 2023. Keduanya pasal 81, 82 Undang-Undang NOmor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Soalnya beberapa kasus banyak yang didiskon. Dari hukuman maksimal 15 tahun banyak 7 tahun, 8 tahun, bahkan pernah diputus 1 tahun penjara. Ini kan diskon namanya.” Nadianto: Kuasa Hukumnya Korban
“Hingga saat ini kami dampangi korban dan terus mengawal kasus itu, sebab menyangkat marwah anak.” Nunung Fitriana: Sekcab Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep
“Pelaku wajib mendapat pemberatan sepertiga dari hukuman sebagai efek jera. Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah, pihak keamanan serta media mengenai kasus ini, akan terus dikawal.” Dian Sasmita: Subkomisi Pengaduan dan Kluster ABH serta Korban Kekerasan Seksual KPAI
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna