KABARMADURA.ID | SAMPANG–Sebanyak 37 sekolah binaan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Timur (Jatim) di Sampang telah menerapkan kurikulum merdeka. Namun, masih ada 127 sekolah di Kota Bahari belum menerapkan kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut.
Kepala Cabang Disdik Jatim Wilayah Sampang Ali Afandi menargetkan, tahun depan semua sekolah binaannya dapat menerapkan kurikulum merdeka. Di Sampang, terdapat 164 sekolah menengah negeri dan swasta di bawah binaan Disdik Jatim.
Semua sekolah itu terdiri dari 79 sekolah menengah atas (SMA) negeri dan swasta, 83 sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri dan swasta dan dua sekolah luar biasa negeri (SLBN). Namun, sampai saat ini, yang telah menerapkan kurikulum merdeka hanya 37 sekolah.
“Rinciannya; 20 SMA, satu SLBN, dan 16 SMK. Itu yang saat ini sudah menerapkan kurikulum merdeka,” ucapnya.
Dijelaskan Afandi, dalam kurikulum merdeka juga memuat tentang pendidikan karakter kepada guru dan siswa. Pendidikan moral itu melekat di dalam mata pelajaran. Salah satu tujuannya untuk memperbaiki dan menjaga moral siswa, serta akhlak dan sopan santun.
Namun, meski sekolah telah menerapkan kurikulum merdeka, tindakan amoral siswa masih kerap ditemukan. Salah satunya yang baru-baru ini ramai, yaitu kasus pelecehan seksual guru kepada siswanya. Tidak hanya itu, di sekolah yang sama beredar kasus video mesum yang diduga diperankan siswa.
Menurut Afandi, tindakan amoral itu tidak bisa menjadi tolok ukur efektivitas kurikulum merdeka. Sebab, kurikulum ini memiliki cita-cita yang panjang untuk masa depan generasi bangsa. Tujuannya menciptakan generasi emas di masa yang akan datang.
Namun, efektivitas kurikulum merdeka pun tidak bisa digambarkan dalam waktu dekat. Sebab, penerapan kurikulum ini memerlukan proses cukup panjang. Kemudian, peran lingkungan sosial dan keluarga juga harus mendukung muatan dalam kurikulum merdeka.
“Kasus yang baru-baru ini terjadi tidak bisa menjadi tolok ukurnya,” jelasnya.
Ali menambahkan, kemajuan teknologi informasi tidak dapat dibendung. Meski kandungan positifnya banyak, namun kandungan negatifnya juga sulit dibendung. Sementara siswa saat ini dihadapkan dengan kemajuan teknologi dan tidak bisa dipisahkan dari smartphone.
Kondisi itu menjadi tantangan bagi para guru. Sebab, kontrol terhadap siswa harus lebih intens. Kemudian, guru juga harus lebih bersabar. Namun demikian, guru diminta untuk masuk ke dalam kebiasan siswa. Guru juga harus menguasai teknologi informasi.
“Ini tantangan untuk para guru. Tapi yang menjadi masalah bila justru guru yang bertindak amoral,” pungkasnya.
Reporter: Ali Wafa
Redaktur: Muhammad Aufal Fresky