KABARMADURA.ID | Mahasiswa pecinta alam (Mastapala) memang bukan satu-satunya atau bahkan pelopor berdirinya organisasi atau komunitas pecinta alam di Pamekasan. Kendati demikian, ada keunikan tersendiri dari Mastapala. Salah satunya, berani ‘melompat pagar’ guna mengkampanyekan pelestarian lingkungan.
SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN
Meski sebagai komunitas kampus, Mastapala tidak membatasi ruang gerak dalam menjaga dan melestarikan lingkungan yang bersih dan nyaman. Sebab, itu menjadi tujuan utama dibentuknya komunitas yang berada di bawah naungan perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura tersebut.
Didirikan pada 2008 lalu, Mastapala terus bermetamorfosis menjadi penggerak sadar lingkungan. Tidak hanya di kalangan kampus, namun bagi masyarakat luas. Terbukti, Mastapala sering kali melakukan kampanye soal pelestarian lingkungan.
Berbagai macam inovasi dilakukan untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa untuk tetap menjaga lingkungan kampus. Misalnya, membuat poster menarik di setiap titik area kampus yang berisi tentang pentingya menjaga lingkungan agar tetap lestari. Selain itu, juga menanam pohon agar tidak gersang.
Selain di kampus, Mastapala juga juga kerap kali menanam pohon mangrove di sejumlah titik, seperti di pantai Jumiang dan salah satu satu pantai di Sampang.
“Tujuannya memang untuk melestarikan alam agar tetap asri, dan mendorong mahasiswa untuk sama-sama cinta lingkungan. Karena keasrian alam ini adalah tanggung jawab semua orang, bukan hanya bagi komunitas, pemerintah, ataupun pihak tertentu saja,” kata Agung Wirayuda, ketua Mastapala periode 2022-2023.
Menurutnya, solidaritas dan loyalitas sesama anggota menjadi keunggulan tersendiri di komunitasnya. Pasalnya, kekompakan anggota bisa melahirkan program-program baru yang tidak hanya berorientasi pada lingkungan saja, namun juga kegiatan sosial, seperti melakukan bakti sosial dan kegiatan sosialnya.
Dia menjelaskan, yang menjadi persoalan lingkungan dan akut, yakni persoalan sampah plastik. Utamanya di Pamekasan. Menurutnya, masyarakat masih banyak apatis untuk membuang sampah pada tempatnya. Padahal, kata dia, membuang sampah sembarangan akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup manusia.
“Iya sekarang belum dirasakan. Sepuluh, dua puluh bakhan lima puluh tahun lagi, kalau masyarakat terus menerus membuang sampah plastik sembarangan, bagaimana nasib generasi penerus kita?,” kata dia.
Bahkan, kata Agung, ikhtiarnya dalam menguatkan kecintaan anggotanya terhadap lingkungan yang bersih dan asri, tidak hanya dilakukan pada saat ada kegiatan saja. Namun, dia juga memberikan praktik nyata. Misalnya, saat mendaki gunung, dia bersama rekan-rekannya memungut sampah-sampah yang berserak di sepanjang perjalanan.
“Misalnya, saat mendaki gunung ke Rinjani, Arjuno dan gunung-gunung lainnya. Disitu, kami tidak hanya mendaki tapi juga mengumpulkan sampah-sampah yang berserakan,” terangnya.
Redaktur: Moh. Hasanuddin