KABARMADURA.ID | SUMENEP-Tidak terbayar kurang lebih 10 tahun. Itulah tagihan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB P2). Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep mengarahkan masyarakat agar mengadu ke pemerintah desa (Pemdes).
Salah seorang warga asal Kecamatan Pragaan Syahrul mengatakan, masyarakat bukan antipajak. Namun, jika puluhan tahun terhitung utang langsung diminta sekaligus, itu bukan hal yang wajar.
“Wah, SPPT-nya itu sejak tahun 2012 tidak terbayar. Itu memberatkan bagi kami selaku rakyat kecil,” kata dia.
Salah seorang kepala desa di Sumenep Budiyono membenarkan adanya tagihan pajak itu. Sejak dua periode bupati sebelumnya memang tidak ada penagihan pajak, sehingga terbit SPPT tidak terbayar sejak sekitar tahun 2012.
“Kami meminta masyarakat bayar sesuai kemampuan, tidak ada tekanan harus bayar sekaligus, dicicil maksudnya,” papar Kepala Desa Kebundadap Timur itu.
Dia melanjutkan, jika itu tidak dilunasi akan bermasalah ketika ingin balik nama atau penerbitan akte jual beli (AJB) SPPT, itu sudah harus lunas. Sebab, hal itu menjadi syarat mutlak.
Salah satu perangkat desa di Kecamatan Pragaan sekaligus ketua tim penagihan pajak Suaidi mengatakan, memang benar ada SPPT yang belum terbayar sejak tahun 2012. Hal itu sementara ini bukan tekanan harus dibayar sekaligus.
“Sebab ada yang tunggakannya hampir Rp1 juta per kartu keluarga (KK), kami meminta semampunya dulu. Khusus tahun 2023 ini, harus bayar,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemerintahan Desa (Pemdes) DPMD Sumenep Muhlis Santoso menjelaskan, jika ada persoalan yang memberatkan kepada masyarakat, maka harus koordinasi dengan pemerintah desa (Pemdes).
Dinasnya selaku tim bersama Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Sumenep, bakal mencari solusi atlernatifnya.
“Nanti kami bantu, sebab kasihan yang melakukan penjualan itu harus menanggung tunggakan yang sebelumnya,” paparnya.
Pewarta: Moh Razin
Redaktur: Hairul Anam