KABARMADURA.ID | Berawal dari kegagalannya dalam memasarkan batik di Australia saat kegiatan Auditing Student Program (ASP) pada tahun 2008 silam, Warisatul Hasanah berinovasi membuat batik Aromatherapy. Ciri khas yang ditonjolkan yaitu aroma pohon cendana. Dia sendiri merupakan pengrajin asal Kecamatan Klampis.
FATHURROHMAN, BANGKALAN
Ide itu muncul, setelah mendapatkan penolakan dari warga Australia. Penolakan itu, disebabkan motif, warna dan bau menyengat dari batik asal Bangkalan. Dari kejadian itu, muncul dibenaknya untuk membuat variasi sesuai minat pasar internasional. Dia mulai mengubah kebiasaan dalam membatik dan pemberian warna yang fashionable serta aroma khas Indonesia yang eksotik.
“Batik asal Bangkalan kurang diterima oleh warga asing gara-gara motif, warna, dan bau yang menyengat. Kami berpikir agar ada inovasi dari pembuatan batiknya. Warna dan motif yang fashionable, serta bau yang memiliki ciri khas. Di Australia itu wangi aroma daun cendana sangat dipuja-puja, makanya kami berpikir ke arah sana,” ungkapnya pada Kabar Madura, Senin (26/9/2022).
Keresahan yang ada dibenaknya itu, diimplementasikan saat tiba di kediaman. Dalam percobaannya, membutuhkan waktu sekitar 8 bulan. Sebab, tidak setiap hari melakukan percobaan, karena harus menjalankan bisnis yang berada di Klampis, Tanjung Bumi, dan Pamekasan.
Lanjut Waris, pada tahun 2009 percobaan yang dilakukan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Batik yang diidam-idamkan berhasil dibuatnya. Tak tanggung-tanggung, batik yang dihasilkan menjadi satu-satunya di Indonesia.
“Hanya beberapa kali mencoba, karena ada kesibukan, batik Aromatherapy dengan khas bau pohon cendana berhasil,” ujar Waris.
Tak mau terlalu lama, hasil percobaannya tersebut kembali dipasarkan di pasar nasional. Usaha tidak menghianati hasil, batik yang diciptakannya berhasil menarik perhatian warga asing. “Banyak peminat dari berbagai negara, bahkan Australia yang dulunya kurang minat menjadi minat ke batik itu,” papar Waris.
Tak hanya itu, batik yang dibanderol dengan harga Rp500 ribu untuk kualitas standar dan Rp30 juta untuk kualitas super banyak diminati konsumen luar negeri.
“Aromanya juga tahan lama, bisa berbulan-bulan tidak hilang, itupun jika dipakai harian. Sekarang banyak permintaan dari luar negeri, dari Italia, Australia, dan Thailand beberapa hari yang lalu,” jelasnya.
Meski begitu, bisnisnya sempat mengalami kendala. Utamanya saat pandemi Covid-19 melanda. Waktu itu, produksi sempat dihentikan, karena tidak bisa melakukan pengiriman ke luar negeri.
“Sempat terhenti saat pandemi, tapi sekarang sudah mulai produksi lagi. Mulai melakukan penjualan ke luar negeri,” tandasnya.
Reporter: Fathurrohman
Redaktur: Muhammad Aufal Fresky