KABARMADURA.ID | SAMPANG–Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sampang tengah membahas sebuah rancangan peraturan daerah (raperda). Namun menuai polemik. Raperda itu tentang penyelenggaraan perparkiran. Kini sedang dibahas bersama Dinas Perhubungan (Dishub) Sampang, Senin (12/12/2022).
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan Raperda Penyelenggaraan Perparkiran DPRD Sampang Moh. Iqbal Fathoni menuturkan, pembahasan raperda itu juga melibatkan akademisi, yakni dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Pembahasannya berlangsung cukup alot. Klausul yang mengatur tentang denda jadi perdebatan. Karena pengendara yang memarkir kendaraan bukan pada tempatnya, alias parkir liar, harus menanggung denda maksimal Rp2,5 juta.
Klausul tentang denda itu terdapat di Bab XIV tentang Sanksi Administratif. Bahwa kendaraan yang diparkir bukan pada tempatnya akan dikenakan denda paling banyak Rp500 ribu.
Kemudian, kendaraan itu akan diderek ke tempat penyimpanan kendaraan. Selama di tempat penyimpanan, pemilik kendaraan akan dikenakan denda setiap harinya. Denda untuk kendaraan roda dua mulai dari Rp250 ribu sampai Rp750 ribu per hari.
Sementara untuk kendaraan roda empat, dendanya lebih fantastis. Setiap harinya dikenakan denda mulai dari Rp500 ribu sampai Rp2,5 juta. Denda itu terus berlaku bila pemilik kendaraan tidak menjemputnya. Klausul itu terdapat di Pasal 36 Ayat 2 dan 3.
Bahkan parahnya lagi, bila sampai waktu enam hari kendaraan tidak diambil dari tempat penyimpanan, maka pemerintah tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan kendaraan. Klausul itu terdapat di Pasal 36 Ayat 4.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akrab dipanggil Fafan itu menilai, pemberlakuan sanksi itu berlebihan dan terlalu memberatkan. Sehingga, dia minta untuk besaran denda dikurangi. Namun dalam pembahasannya, pihak UTM berpendapat, denda itu masih wajar. Tujuannya untuk menimbulkan efek jera.
“Akhirnya kami setujui besaran denda itu. Agar tidak ada lagi parkir liar. Karena parkir yang tertib juga berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah,” ucap Fafan, Senin (12/12/2022).
Namun demikian, DPRD masih keberatan dengan klausul Pasal 36 Ayat 4. Poin itu tentang pemerintah yang tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan kendaraan bila kendaraan tidak diambil selama enam hari. Hal itu dinilai terlalu berisiko.
Sebab, kata Fafan, klausul itu seolah memberi ruang kepada oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pencurian dan perusakan. Karena pertimbangan tersebut, klausul itu diubah menjadi pemerintah tidak bertanggung atas kerusakan kendaraan saja.
“Karena kalau klausul itu dibiarkan, bisa saja oknum Dishub yang mencuri kendaraan lalu dilaporkan hilang,” tutup Fafan.
Reporter: Ali Wafa
Redaktur: Wawan A. Husna