KABARMADURA.ID | Nama sanggar ini cukup unik. Yaitu Sanggar Seni Makan Ati. Madura Kandang Aktivitas dan Kreativitas, begitulah Cahyanto memaparkan kepanjangan dari sanggar seni tersebut. Selaku pendiri, dia berharap Madura, khususnya Pamekasan menjadi tempat yang tepat untuk segala aktivitas dan kreativitas yang dilakukan oleh masyarakat.
SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN
Awalnya, dia sangat menyayangkan bakat pemuda di lingkungannya yang tidak terwadahi dengan baik. Atas keresahan itulah, dia berinisiatif untuk membuat sebuah komunitas yang bisa membidangi bakat dan minat anak muda di lingkungannya.
Akhir Agustus 1999, tercetuslah Teater Makan Ati. Kemudian seiring berjalannya waktu, komunitas itu berkembang menjadi Sanggar Seni Makan Ati. Perubahan nama itu dikarenakan komunitas yang dibangunnya tersebut mulai berkembang di beberapa bidang kesenian lainnya, seperti seni rupa, musik, tari, dan lain sebagainya.
“Awalnya kami di teater. Tapi makin ke sini, makin komplek, jadilah sanggar seni makan ati. Artinya tidak hanya teater saja, segala macam bidang kesenian kita wadahi,” terangnya.
Cahyanto menyebut, urusan finansial kerap kali menjadi tantangan. Kendati demikian, pihaknya terus menggelar even kesenian, guna memberikan sajian kepada khalayak. Pasalnya, setiap pentas yang disajikan ada misi tersendiri di dalamnya.
Cahyanto mengungkap, pihaknya berusaha untuk tetap memperkenalkan tradisi-tradisi Madura. Terutama tradisi Pamekasan melalui pagelaran yang dipentaskan. Karena menurutnya, masyarakat cenderung melupakan tradisi sekitar. Sehingga diperlukan media untuk mengingatkan kembali tradisi-tradisi yang mulai dilupakan itu.
Terbaru, sanggar yang berlokasi di Jalan Pintu Gerbang itu mementaskan sejarah Pangeran Ronggosukowati dikukuhkan sebagai raja. Sekaligus cikal bakal berdirinya Pamekasan pada peringatan upacara hari jadi Pamekasan ke-492.
Menurutnya, masyarakat Pamekasan tidak banyak tahu tentang tragedi tersebut. Sehingga penting baginya untuk tetap melestarikan sejarah itu dengan pementasan yang diterima di kalangan masyarakat.
Keterlibatan sanggar seni Makan Ati di acara-acara Pemkab Pamekasan, menjadi tantangan sekaligus capaian yang luar biasa baginya. Terlebih ketika musik jingle Pamekasan Hebat diterima oleh semua masyarakat Pamekasan.
“Meski kami sering terlibat di acara-acara pemkab, seperti harjad atau acara lainnya, kami tetap merasa haus untuk terus berkarya. Karena sebenarnya itu menjadi kunci kami untuk terus bertahan,” pungkasnya.
Redaktur: Muhammad Aufal Fresky