KABARMADURA.ID | SAMPANG–Pendaftar panwascam di Sampang tidak memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan. Sempat diperpanjang mulai 2 hingga 8 Oktober 2022. Perpanjangan pun telah ditutup pada 9 Oktober 2022. Namun, Bawaslu Sampang belum mengeluarkan rilis hasil rekapitulasi perpanjangan pendaftaran panwascam.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Persiapan Sampang Fitri Anisa mengakui, kualitas sumber daya manusia (SDM) perempuan di Sampang masih rendah. Mutunya masih kalah dengan kabupaten dan kota lain.
Hal itu memengaruhi minat kaum perempuan di Sampang untuk terlibat aktif dalam proses penyelenggaraan pemilu. Padahal, kaderisasi keperempuanan di internal HMI sejauh ini cukup gencar. Namun demikian, mutu SDM tidak sepenuhnya menjadi faktor utama.
Bagi Fitri, syarat usia yang diberlakukan Bawaslu juga berpengaruh. Yakni minimal usia calon panwascam 25 tahun. Sebab, di atas usia itu kaum perempuan di Sampang sudah disibukkan dengan keluarga dan karir. Sehingga, minat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu rendah.
“Kualitas SDM perempuan di Sampang memang minim. Tapi syarat umur itu juga berpengaruh. Karena yang potensial itu justru yang usianya di bawah 25 tahun,” ucapnya, Minggu (9/10/2022).
Terpisah, Ketua Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Cabang Sampang Ummu Kulsum juga berpendapat sama. Syarat usia yang diberlakukan Bawaslu dinilai terlalu tinggi. Usia 25 tahun ke atas sudah ranahnya mantan aktivis. Mereka sudah sibuk dengan keluarga dan karir.
Sedangkan PMII perempuan di Sampang jumlahnya masih minim. Sekalipun ada, mereka sudah aktif di lembaga lain, seperti lembaga perlindungan perempuan. Sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk terlibat aktif dalam penyelenggaraan pemilu.
Lebih Lanjut, Kulsum menjelaskan, rendahnya minat perempuan di Sampang untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu dilatarbelakangi oleh buruknya citra politik, khususnya di Sampang. Politik identitas yang kerap teraplikasi menjadi penyebab keogahan perempuan.
“Sehingga peningkatan pengetahuan agar perempuan di Sampang ini melek politik,” tandasnya, Minggu (9/10/2022).
Di lain pihak, Ketua Sarinah Cabang Sampang Nur Azizeh menilai, minimnya partisipasi perempuan dalam penyelenggaraan pemilu dikarenakan rendahnya kesadaran perempuan untuk mau terlibat aktif di ruang-ruang publik.
Menurutnya, perempuan cenderung lebih memilih untuk menghindari konflik. Sementara dalam praktiknya, penyelenggaraan pemilu dan politik kerap diwarnai konflik. Sehingga, kaum perempuan lebih memilih aman dan enggan untuk turut serta berpartisipasi.
“Kalau soal pendidikan, di Sampang ini sudah banyak perempuan berpendidikan. Artinya faktornya bukan soal rendahnya pendidikan perempuan,” ulasnya, Minggu (9/10/2022).
Reporter: Ali Wafa
Redaktur: Wawan A. Husna