KABAR MADURA | Industri rokok ilegal di Sumenep semakin merajalela, Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perindustrian Perdagangan (Diskop UKM dan PP) Sumenep mengaku tidak bisa serta merta melakukan inspeksi ke beberapa perusahaan rokok (PR) di Kota Keris ini.
Kepala Diskop UKM dan PP Sumenep M. Ramli mengatakan, memang selama ini pihaknya bersama tim melakukan operasi gabungan dan penindakan berupa pengamanan rokok ilegal hasil operasi di sejumlah kecamatan di wilayah Sumenep.
“Tetapi seperti harapan untuk melakukan sidak kami hanya pengawasan, biasanya kalau di instansi pemerintah ada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), tetapi memang ke toko-toko saja selama ini,” kata dia.
Selama ini, penindakan dan pengawasan diakui belum masuk ke PR langsung. Namun, Diskop UKM dan PP Sumenep mengakui telah memiliki 123 PR yang sudah berizin.
Jika itu disalahgunakan, tegas Ramli, dan masyarakat mempunyai bukti-bukti, misalnya memproduksi rokok tanpa cukai, dia mempersilakan agar dilaporkan.
“Kalau misalnya hanya dijadikan tameng untuk memproduksi rokok ilegal, kami tidak berharap seperti itu,” imbuh mantan kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep itu.
Pihaknya berharap, jika program kawasan industri hasil tembakau (KIHT) selesai, maka rokok ilegal bisa mengurus legalitas, karena nanti bakal ada kemudahan-kemudahan.
Sementara itu, Kabid Penegakan Perda Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sumenep Nurus Dahri mengatakan, pada operasi yang dilakukan memang tidak menyasar ke PR.
“Sebab, jadwal dan sasaran operasi ikut ketentuan dari Kantor Bea Cukai, kami tidak mempunyai otoritas untuk menentukan,” paparnya.
Selama ini, objek operasi yang dilakukan hanya menyasar toko kelontong, pasar, dan juga sejumlah tempat jasa pengiriman yang ada di kecamatan-kecamatan.
Sedangkan anggota Komisi II DPRD Sumenep Juhari menyampaikan, jika kepentingannya adalah industri, maka harus membentuk tim khusus atau satgas pemberantas rokok ilegal itu.
“Pemerintah bisa melakukan itu kalau mau, tinggal susunan regulasinya. Tetapi jika memang mau serius memberantas rokok ilegal,” ujarnya.
Menurut Juhari, jika hanya menyasar ke toko kelontong atau ke konsumen lain, tapi tidak menyasar ke produsen, yang menjadi korban hanya masyarakat kecil. Sementara PR terus bebas memproduksi rokok tanpa cukai.
Pewarta: Moh. Razin
Redaktur: Wawan A. Husna