Pancasila bagi Kaum Milenial

News95 views

Oleh: Ajimuddin

Indonesia adalah rumah bersama kita, yang di dalamnya terdiri dari 1.340 suku bangsa. Setiap suku memiliki adat-istiadat, kepercayaan dan spiritualitas yang berbeda-beda. Rumah kita yang bernama Indonesia ini begitu heterogen, aneka rasa dan warna. Namun semua ras dan golongan itu telah berjuang sedemikian rupa dan lalu bersepakat untuk membangun rumah bersama dengan tujuan keamanan, keadilan dan kesejahteraan bersama. 

Para pendiri Negara-Bangsa ini berhasil mempersatukan cita-cita bersama mereka sehingga tercipta rumah besar Indonesia ini. Tentu, melahirkan itu selalu berdarah-darah, tidak seperti membangun rumah-rumahan dalam games di smartphone berbasis android.

Yang menjadi raja ataupun sultan, rela berkorban menjadi bagian bahkan bawahan dari Pemerintah Indonesia, adalah sesuatu yang luar biasa. Lalu apa yang membuat mereka bersatu dengan meletakkan semua ego sektoral tersebut? Itulah roh. Mereka digerakkan oleh sesuatu yang kemudian menjadi Roh Indonesia, yaitu Pancasila. Sebuah tatanan cara pandang, rumusan gaya hidup dan keyakinan. Yang mana, dalam roh dimaksud, semua suku mempunyai ruang yang cukup dan sama untuk hidup lebih baik dan bermanfaat lebih banyak bagi semua warga bangsa ini. 

Pancasila memiliki fungsi strategis yaitu sebagai jiwa yang berisi tata nilai kehidupan. Pancasila adalah rumusan karakter Bangsa Indonesia yang menjadi pembeda dengan bangsa-bangsa mancanegara. Pancasila adalah cara pandang (way of life), yang merupakan kristalisasi sejarah dan peradaban seluruh suku yang ada. 

Dari sekian sikap, watak, perilaku, norma-norma dan etika dari masing-masing wilayah melahirkan cara pandang mereka dalam hidup. Pancasila inilah yang menjadi pondasi dan landasan utama dalam menata sistem ketatanegaraan sesuai dengan realitas keragaman warganya. Menjadi sumber nilai dari sistem hukum dan guidance (pedoman) cita-cita dan tujuan seluruh masyarakat Indonesia.

Pancasila adalah prinsip hidup dan pilar ideologis yang membuat bangunan rumah kita yang bernama Indonesia ini menjadi kokoh. Ia menjadi perekat NKRI yang terdiri dari 16.771 pulau yang membentang dari Aceh hingga Papua. Persatuan dan kesatuan inilah yang membuat kita diperhitungkan dalam percaturan global, bahkan saat ini telah menggeser Jalur Sutera perdagangan internasional yang dulunya terpusat antara Tiongkok dan Eropa. Bahkan, saat ini, 4 dari 7 selat perdagangan internasional adalah milik kita, Indonesia. 

Baca Juga:  Akademi Soroti Cuti ASN Pria hingga 60 Hari, Dinilai Terlalu Lama

Belakangan, keluhuran dan kedigdayaan Indonesia ini mulai tercabik, diterjang dari segala penjuru dengan berbagai cara. Selain gelombang dan benturan peradaban dunia yang teramat massif, kita juga menerima residu perang dagang yang kadang berwujud ke dalam bentuk yang sangat sensitif bagi kehidupan bermasyarakat kita yaitu agama. Tentu ini bukan suatu peristiwa dan keadaan yang mudah dihadapi oleh pemerintah atau orang per orang saja. Semua wajib terlibat, minimal mempunyai kesadaran kolektif bahwa rumah besar kita ini perlu dijaga sebaik-baiknya.

Pancasila sebagai ideologi yang berfungsi sebagai pemersatu kita hingga hari ini, secara perlahan terdegradasi eksistensinya terutama di kalangan generasi milenial. Menurut survei yang dilakukan CSIS (Centre for Strategic and International Studies) 2017 lalu, ada 9,5% kaum milenial setuju Pancasila diganti. Di tahun 2020, komunitas Pancasila Muda melakukan survei dan menemukan 61% (usia 18-25) masih yakin bahwa nilai-nilai Pancasila itu penting dan relevan bagi mereka. Dan 19% tidak yakin bahwa Pancasila masih bermanfaat bagi kehidupan mereka.

Survei ini memberikan sinyal kuat bahwa betapa memprihatinkan dan mengkhawatirkannya keadaan kita sebagai bangsa hari ini. Data itu menjelaskan bahwa nilai-nilai Pancasila telah mulai tergerus dalam nalar dan kesadaran kognitif generasi penerus masa depan negeri ini.  Dengan cara apa pementahan wawasan dan orientasi anak-anak muda terjadi? Salah satunya adalah melalui dunia digital yang berseiring dengan usia kaum milenial itu sendiri.

Baca Juga:  Fakta Baru Polemik Tambak Garam di Sumenep: 20 Hektare atas Nama Kades

Di dunia nyata dan dunia maya, semakin hari semakin marak narasi perundungan (bully), menista agama lain dan mengobarkan permusuhan antar pemeluk agama. Padahal nilai penting yang terkandung dalam sila pertama dari Pancasila adalah menata kerukunan, perdamaian dan saling menghormati keyakinan orang lain dan pemilik keyakinan tersebut. Mudah sekali kita mengatakan orang lain sesat dan atau kafir, seolah kita yang telah mempunyai otoritas memvonis keimanan seseorang. Meskipun Tuhan belum pernah mendelegasikan wewenang itu kepada manusia selain Nabi Muhammad SAW.

Keadaan ini membutuhkan terapi yang kontekstual, cerdas dan sesuai dengan era yang berlangsung. Setelah PMP (Pendidikan Moral Pancasila) di sekolah dihapus, BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) juga hilang dan tinggal BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) yang belum menghasilkan rumusan yang strategis untuk mengelaborasi nilai-nilai Pancasila ke dunia milenial dan generasi berikutnya. Perlu teknik nonkonvensional karena generasi ini memiliki keunggulan di bidang pengetahuan dan teknologi dibanding dengan generasi sebelumnya.

Tentu menguraikan kembali dan memilenialkan nilai-nilai Pancasila ini menjadi tugas bersama semua elemen bangsa. Bukan hanya menjadi kewajiban negara, tetapi masyarakat perlu juga dilibatkan dan melibatkan diri. Jika di Kementerian Agama kita ada penyuluh agama, kenapa belum ada penyuluh Pancasila. Justru komunitas lain yang selalu dan tidak henti-hentinya melakukan penyuluhan paham-paham dan ideologi yang merusak.  

Namun, kita perlu mengapresiasi yang setinggi-tingginya atas langkah-langkah negara yang telah lama memulai dengan acara-acara sosialisasi dan penguatan empat pilar kenegaraan kita seperti yang berlangsung hari ini. Semoga kegiatan seperti ini akan menjadi referensi bagi anak-anak Bangsa bahwa nilai dan spiritualitas Pancasila itu adalah unsur penting dan pokok bagi keberlangsungan kita sebagai negara-bangsa yang aman dan nyaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *