KABARMADURA.ID | SAMPANG -Penempatan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Sampang dinilai asal-asalan. Pasalnya, proyek itu ditempatkan di kawasan lahan tadah hujan di Desa Noreh, Kecamatan Sreseh.
Seorang warga Desa Noreh, Habisono mengatakan, proyek irigasi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu seharusnya diletakkan di kawasan persawahan, bukan di tempat yang tadah hujan.
Menurutnya, proyek yang dianggarkan Rp195 juta itu tidak akan berguna jika terus dipaksakan, sebab tidak akan ada air yang mengalir. Sehingga itu hanya membuang-buang anggaran saja.
“Saya menyayangkan soal penempatannya, kalau program P3-TGAI ini sangat bagus. Hanya saja, kenapa asal ditempatkan, kok tidak di kawasan persawahan. Karena ini untuk mengalirkan air, saya jadi khawatir akan jadi proyek mangkrak nantinya,” ujarnya, Senin (19/6/2023).
Selain dinilai salah penempatan, seorang warga lainnya menduga, material yang digunakan dalam pembangunan saluran air itu tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Maka dari itu, dia meminta tim pendamping program tersebut agar lebih aktif turun ke lokasi.
“Kenapa pendamping program P3-TGAI tetap membiarkan penempatan ini dan penggunaan material seadanya, yang jelas tidak sesuai RAB ini. Mestinya pelaksanaanya ditegur,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Dikonfirmasi terpisah, Penjabat Kepala Desa (Pj Kades) Noreh Munadi menyebutkan, penentuan lokasi proyek saluran air itu sudah atas usulan dari masyarakat.
“Untuk lokasinya ini merupakan usulan masyarakat, saat ini progres pengerjaannya sudah hampir tuntas,” tuturnya. Namun, kemudian Munadi enggan berkomentar lebih panjang terkait realisasi proyek tersebut.
Menanggapi hal itu, Tenaga Ahli (TA) P3-TGAI Roif Fitrianto menjelaskan, pemilihan lokasi proyek itu sudah ada ketentuannya sendiri. Menurut Roif, meskipun diletakkan di kawasan tadah hujan tidak masalah, asalkan ada sumber airnya.
“Memang di Noreh ini penempatannya di kawasan tadah hujan, ini tidak bermasalah karena yang terpenting nanti bisa mengalirkan air ke lahan, karena ini sebagai stimulan,” jelasnya.
Sementara terkait kualitas material, tambah Roif, pihaknya menyesuaikan dengan kondisi alam sekitar. Misalnya, batu gunung yang digunakan tidak seperti di Jawa, itu tidak masalah. Sebab di wilayah Madura sulit untuk mendapatkan batu seperti itu.
“Kami sudah sering wanti-wanti pada pelaksana dan pendamping di bawah agar tidak menggunakan batu kompung. Kalau menggunakan batu yang lain dengan catatan kualitasnya bagus tidak masalah, asal kontur batunya kuat dan padat,” paparnya.
Pewarta: Subhan
Redaktur: Sule Sulaiman