KABARMADURA.ID | SUMENEP-Baru dibuatnya peraturan sebagai pedoman setelah realisasi program beras aparatur sipil negara (ASN), menurut Achmad Novel, salah satu pengamat hukum di Sumenep, merupakan keterlambatan, semestinya dirampungkan sejak awal.
“Sebenarnya tidak masalah ada keterlambatan dua sampai tiga tahun penyusunan perda itu, asal perbupnya sudah ada, tetapi itu memang, sebaiknya disegerakan,” kata dia.
Tujuannya, lanjut Novel, agar tidak terjadi informasi liar di publik, apalagi dalam program itu, pengadaan berasnya tersebut dipotong tambahan penghasilan pegawai (TPP) penerimanya.
“Sehingga itu biar berjalan sesuai harapan, tidak ada lagi anggapan-anggapan liar di masyarakat,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Sumenep Dadang Dedy Iskandar mengatakan bahwa pihaknya akan memastikan program tersebut tidak akan bermasalah.
“Intinya akan diupayakan berjalan sesuai ketentuan dan harapan, apalagi pengadaannya dilakukan salah satu badan usaha milik daerah (BUMD),” paparnya.
Penerima program beras itu sebanyak 2.226 ASN. Jumlah tersebut bisa berkurang atau mengalami penurunan karena terdapat salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) yang tidak mengajukan.
“Kami pastikan kroscek itu, sebab merek kan berkewajiban membayar sebesar harga 10 kilogram beras,” imbuhnya.
Sebelumnya, keterlambatan pembuatan perda itu juga dikritik Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapperda) DPRD Sumenep Juhari. Dia mengatakan, pada dasarnya, program yang belum ada perdanya, belum pantas dijalankan.
Juhari berharap secepatnya memproses raperda tentang jatah beras ASN tersebut, agar program itu dinaungi payung hukum yang lengkap.
“Saya mengatakan bukan tidak boleh, tapi tidak pantas saja. Sesuatu yang belum ada perdanya, hanya perbup saja, tapi programnya sudah jalan,” ujarnya.
Pewarta: Moh. Razin
Redaktur: Wawan A. Husna