KABARMADURA.ID | SUMENEP–Batik yang berciri khas Kabupaten Sumenep hampir punah, bahkan banyak pengusaha batik yang gulung tikar. Hal itu diungkapkan salah satu pengusaha batik Kharisma Pakandangan Ahmad Ghufron.
Dia pun menduga, data yang dimiliki Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Sumenep tidak valid. Utamanya mengenai batik di daerah Pakandangan, Kecamatan Bluto.
Menurutnya, ada 20 lebih pengusaha batik di daerah Pakandangan yang hampir punah. “Saat ini yang asli batik ciri khas Sumenep tidak ada, meski data yang ada di OPD tersebut masih ada. Saya yakin itu data lama yang tidak di-update,” katanya, Senin (31/7/2023).
Dia me ceritakan, pada tahun 1994 silam, pemerintah sangat berperan dalam melestarikan batik Sumenep. Namun saat ini peran pemerintah tidak tampak sama sekali. Bahkan, kata dia, mendata hanya sekadar memenuhi tugas. Para pengusaha cenderung mandiri.
“Kami dari pengusaha dan pengrajin batik Kharisma di Pakandangan sudah tidak lagi garap batik ciri khas Sumenep. Yang digarap sepupu saya hanya batik semi modern yang tidak ada ciri khas Sumenep,” paparnya.
Dia menyebut, saat ini, penggarapan batik di Pakandangan cenderung macet. Hal tersebut kerana pemerintah tidak lagi peduli terhadap pengrajin sekaligus pengusaha batik. Seandainya pemerintah mengadakan pameran ciri khas batik Sumenep serta melakukan pendampingan, maka batik Sumenep akan maju.
“Saya harap, ke depan pemerintah perlu memiliki anggara khusus pengrajin dan pengusaha batik, agar perekonomian di Sumenep semakin meningkat,” ujarnya.
Dia menyebutkan, ada beberapa batik di daerah Pakandangan, misalnya batik melati, batik kharisma, batik barokah dan batik lainnya yang hampir punah. Bahkan, semuanya sudah melupakan batik ciri khas Sumenep. “Hal ini tentunya perlu diperhatikan,” tegasnya.
Dia menceritakan, pada tahun 1990 hingga tahun 2000 ada pembinaan besar-besaran. Hal itu yang menyebabkan batik Sumenep maju. Namun, karena banyak masuknya batik dari luar Sumenep, membuat batik Sumenep hampir punah. Diperparah dengan adanya tengkulak yang diajak pameran yang menggunakan dana pemerintah.
Hal senada juga disampaikan oleh pengusaha batik Puteri Kembar Pakandangan Rusna. Dia mengatakan, batik di Pakandangan hampir punah. Batik ciri khas Sumenep hampir tidak laku, yang laku saat ini batik yang berasal dari luar Sumenep.
“Kami pemilik sentra batik tulis Puteri Kembar yang punya banyak sekali pengrajin di kelas batik tulis termurah di pakandangan. Namun, saat ini gulung tikar karena juga tidak ada perhatian dari pemerintah,” tegasnya.
Dia mengatakan, awalnya, dalam seminggu omzetnya hampir banyak, yakni ratusan hingga ribuan. Tapi, kata dia, saat ini tidak satu pun pengrajin batik dan sudah hampir punah. “Kalau ada pesanan dari luar, kami garap. Tapi, saat ini sudah gulung tikar,” ucap dia.
Sementara itu, Kepala bidang (Kabid) Industri Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Sumenep Agus Eka Haryadi mengakui, produksi batik saat ini cenderung mandiri, artinya, pengusaha tanpa dibantu pemerintah.
“Tahun ini, tidak ada anggaran khusus pelatihan dan pengembangan batik,” ucap Agus.
Sebenarnya, kata dia, batik merupakan produk unggulan Kabupaten Sumenep dalam sektor industri kreatif atau dalam kategori karya tekstil. Sentra terbesar, yakni di Desa Pakandangan Barat, Kecamatan Bluto. Kemudian, unit-unit usaha yang lain mulai bermunculan salah satunya di daerah Langsar, Talango, Batuan, Mandala, Batang-Batang, Pasongsongan, daerah Prenduan dan lainnya.
Menurutnya, ada 500 orang yang bekerja dalam usaha batik. Saat ini, industri batik di daerah Sumenep sudah mulai mau berkembang. Harapannya, semua batik tulis di Sumenep dapat terkaver. Saat ini, lanjut dia, yang tercover sebanyak 73 usaha yang sudah mandiri dan dapat mengembangkan usaha sendiri.
“Kami usahakan tahun depan ada ada program khusus pengembangan batik, semoga ada anggaran,” tutupnya.
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Moh. Hasanuddin