Perihal Buku “Kiri”, Pembahasan Raperda Perpusda Jadi Polemik

News21 views
Banner Iklan

KABARMADURA.ID | SAMPANGPemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang mulai membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelanggaraan dan Pengelolaan Perpustakaan. Pembahasan itu berlangsung cukup alot. Bahkan, pembahasan ditunda untuk dilanjutkan kemudian hari.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sampang Moh. Iqbal Fathoni menuturkan, proses pembahasan terhenti di klausul tentang larangan peredaran bahan pustaka yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Selisih pendapat itu terjadi antara DPRD bersama komunitas literasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait bersama pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini yaitu Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Bangkalan. Penundaan dilakukan untuk mengumpulkan referensi.

Baca Juga:  Hasil Paripurna Perubahan APBD 2023 Sampang Pastikan Semua Program Terkaver

“Nanti akan kami bahas lagi. Kami masih mencari tambahan referensi,” ucap politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang karib dipanggil Fafan itu, Rabu (14/12/2022).

Fafan menjelaskan, DPRD bersama beberapa komunitas literasi tidak setuju dengan klausul larangan peredaran buku yang dianggap mengganggu ketertiban umum dan ketentEraman masyarakat. Sebab, klausul itu masih multitafsir dan dinilai akan berdampak negatif.

Sebab, bila aturan itu diberlakukan, maka akan membatasi ruang literasi yang sekaligus akan mempersempit cakrawala pengetahuan masyarakat Sampang. Apalagi, dalam raperda itu juga diatur mengenai sanksi administratif dan sanksi pidana bagi yang melanggarnya.

“Tentu kami tidak setuju. Buku seperti apa yang dilarang. Sementara mahasiswa masih suka membaca buku-buku aliran kiri, seperti karya Karl Marx dan Tan Malaka. Ruang literasi akan terpasung,” tandas Fafan.

Baca Juga:  39 Ribu Warga Pamekasan Masuk Kategori Miskin Ekstrem

Buku-buku semacam itu, lanjut Fafan, sangat penting sebagai tambahan pengetahuan. Minimal, pemuda di Sampang mengetahui sejarah perkembangan pengetahuan dan setiap aliran di dunia. Namun dia meminta, bila larangan terpaksa harus ada, setidaknya klausul sanksi ditiadakan.

“Di pembahasan kemarin kami hanya melibatkan dua komunitas literasi. Nanti kami akan menambah komunitas literasi lainnya untuk ikut serta di pembahasan,” tutup mantan ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sampang itu.

Reporter: Ali Wafa

Redaktur: Wawan A. Husna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *