KABARMADURA.ID | Perjuangannya tetap gigih meski harus bersaing dengan ratusan mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Nyali Anisatul Masruroh tidak pernah ciut hingga akhirnya berhasil meraih medali perunggu dalam lomba esai nasional 2023. Meskipun dalam perjalanannya sempat berpikir untuk memundurkan diri lantaran teman satu timnya tiba-tiba enggan melanjutkan project esai tersebut.
SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN Bagi perempuan yang akrab disapa Ninis itu, pengalaman adalah kunci utama dalam mengembangkan kemampuan diri. Itulah yang membuatnya tetap bertahan mengikuti lomba esai yang diikuti mahasiswa dari 300 kampus tersebut. Dia percaya, dengan pengalaman yang didapatkan selama berkompetisi bisa membawa dampak positif baginya, baik dalam perkembangan relasi maupun lainnya.
Awal mula gadis asal Desa Larangan Luar, Kecamatan Larangan ini mengikuti kompetisi esai nasional itu berawal dari selebaran yang tersebar di media sosial. Merasa tertarik dan tertantang, akhirnya dia dengan dua temannya memutuskan membentuk satu tim untuk mengikuti lomba tersebut.
Akan tetapi di tengah perjalanan, setelah dinyatakan lolos seleksi dan harus mempresentasikan hasil karyanya di Yogyakarta, teman satu tim Ninis memilih untuk tidak melanjutkan perjuangan. Sementara pihak kampus telah membayar uang registrasi. Saat itu, Ninis menyebut, hampir terbawa arus untuk mengundurkan diri juga. Akan tetapi, karena tidak ingin mengecewakan pihak kampus yang telah membiayai, Ninis nekat berangkat meskipun sendirian.
“Teman saya yang bilang gak mau ikut (presentasi) pada H-3. Sedangkan saya sudah bayar uang registrasi finalis Rp975 ribu. Uang itu tidak bisa ditarik lagi. Atas motivasi dari dosen dan yang lain, akhirnya saya tetap berangkat meskipun tanpa tim,” ungkap mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Alfalah (STAIFA) Pamekasan tersebut.
Perempuan kelahiran 2003 itu sempat hilang harapan saat pengumuman pemenang, dia berpikir akan pulang tanpa penghargaan apa-apa. Pasalnya, nama lengkapnya tidak disebutkan ketika daftar pemenang dibacakan. Saat itu, Ninis tidak mengetahui bahwa akan ada penghargaan peraih medali. Secara mengejutkan, setelah pemenang selesai diumumkan, dia dinobatkan sebagai peraih medali perunggu.
Prestasi ini, menurut Ninis, memberikan kebanggaan tersendiri baginya. Tapi dia sadar, capaian ini tidak akan pernah bisa didapat tanpa dukungan motivasi dan doa dari orang sekitar.
Kemudian Ninis bercerita, dia merasa sangat deg-degan, minder, dan perasaan lainnya bercampur aduk saat hendak mempresentasikan esai yang dibuatnya. Namun, beruntung dia memiliki cara tersendiri untuk mengatasi itu semua, salah satunya dengan membayangkan dirinya sedang presentasi di dalam kelas seperti biasa. Cara itu, kata Ninis, berhasil mengurangi grogi yang dirasakan.
“Deg-degan sudah pasti, karena presentasinya di depan dosen yang tidak saya kenal. Belum lagi, banyak mahasiswa yang kampusnya sudah terkenal. Sedangkan saya berasal dari kampus sekolah tinggi,” ungkap mahasiswa prodi Bimbingan Konseling Islam (BKI) tersebut.
Redaktur: Sule Sulaiman