KABAR MADURA | Polres Sumenep akan menangani kasus dugaan praktik sogok menyogok dalam pusaran rekrutmen pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) jika ada laporan.
Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti Setyoningtyas menyampaikan, meski ada pemberitaan mengenai dugaan sogok menyogok tersebut, Polres Sumenep belum dapat melakukan penyelidikan. Sebab, hingga saat ini tidak ada laporan mengenai itu.
“Kami tidak dapat melakukan penyelidikan, dan kami tidak dapat berandai-andai seumpanya ada laporan atau bagaimana, intinya kami akan proses jika ada laporan,” ucapnya, Minggu (19/5/2024).
Sementara itu, praktisi hukum Marlaf Sucipto menyarankan korban pemerasan sebaiknya melaporkan ke kepolisian, supaya diproses secara hukum. Dirinya menyarankan, korban mengungkap siapa yang melakukan pungutan liar
“Agar ada tindak lanjut, jadi melaporkan terlebih dahulu. Jika tidak ada yang melaporkan, siapa yang jadi korban, kan begitu,” tuturnya.
Sebelumnya, berdasarkan penelusuran Kabar Madura ke beberapa sumber, dugaan sogok menyogok berlangsung cukup vulgar. Hal itu melibatkan calon PPK dan PPS dengan komisioner KPU, ada pula yang melalui pihak ketiga.
Salah seorang mantan PPK pada Pemilu 2024. Dia mengakui jika dirinya untuk lolos jadi PPK di salah satu kecamatan di Sumenep, namun harus merogoh saku cukup dalam. Harus kehilangan empat kali gaji. Nominalnya mencapai sekitar Rp10 juta. Bahkan, dia menduga praktik itu merata di semua kecamatan.
Dia harus melunasi uang tersebut berdasarkan kesepakatan di awal, yakni dibayar setelah selesai pelantikan dan setelah menerima gaji pertama.
“Iya, itu memang benar dan saya rasa merata,” ungkap sumber yang enggan disebut identitasnya.
Khusus untuk dirinya, akad itu diminta setelah pelantikan PPK berlangsung, atau tepatnya saat penerimaan gaji tahap pertama hingga keempat.
“Pada Pemilu 2024 lalu, nominalnya untuk saya pribadi 4 kali gajian. Tidak tahu kalau yang lain,” tegas dia.
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna