KABARMADURA.ID | SUMENEP-Setelah menetapkan tiga tersangka dalam kasus penyelundupan pupuk, Polres Sumenep tetap mendapat sorotan. Penegak hukum tersebut masih diharapkan lebih mendalami kasus tersebut untuk membuka kemungkinan ada pihak lain yang juga terlibat.
Sebelumnya, Polres Sumenep telah menetapkan tiga tersangka, dua di antaranya orang supir truk yang mengangkut pupuk tersebut. Kemudian satu orang lagi yang diduga menjadi otak penyelundupan.
Kapolres Sumenep AKBP Edo Setya Kentriko menjelaskan, berkas perkara untuk tiga orang tersangka itu, W, IH dan H, sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep dan telah P21 alias dinyatakan lengkap. Penyidik juga turut menyerahkan seluruh barang bukti yang disita saat penangkapan.
“Sudah tahap dua, P21 itu kan artinya berkas lengkap. Kemudian, tahap dua ya penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan,” ungkapnya.
Namun menurut praktisi hukum Sumenep, Kamarullah, kasus penyelundupan 18 ton pupuk bersubsidi di Sumenep itu diduga masih ada keterlibatan pihak lain, termasuk distributor.
“Perlu diketahui kasus itu kasus OTT ya, dan jika didalami kami yakin banyak pihak terlibat itu,” kata dia, Kamis (13/4/2023).
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Achmad Madani Putra itu juga mengkritisi penegak hukum yang hanya menggunakan Pasal 6 Ayat (I) Huruf b Undang Undang Darurat RI No 7 Tahun 1955 dalam penanganan kasusnya. Dalam aturan itu, tindakan pelaku itu masuk kategori tindak pidana ekonomi dan ancaman hukumannya hanya dua tahun.
Menurut Kama, penerapan pasal itu masih bisa diubah, agar kepolisian setempat tidak dinilai menggunakan pasal karet. Menurutnya, kasus mafia pupuk bersubsidi merupakan hal yang nyata merugikan banyak pihak.
Selain itu, menurutnya dalam kasus penyelundupan pupuk bersubsidi, tersangka diduga telah melakukan dua jenis pelanggaran hukum, yakni tidak menyalurkan barang bersubsidi pada peruntukannya dan kemudian menyelundupkannya.
Seharusnya, imbuh Kama, tonase pupuk yang cukup besar juga menjadi pertimbangan bagi Polres Sumenep untuk tidak terburu-buru menentukan norma yang akan ditetapkan bagi tersangka, sehingga bisa menggunakan pasal lain yang lebih berat.
Menurutnya, pasal yang dapat digunakan dan akan memberikan dampak yang lebih besar adalah pasal 21 (2) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian jucnto Pasal 2 (1) dan (2) Perpres Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan jucnto Pasal 110 Pasal 35 (2) Pasal 36 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dari pasal tersebut, ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda sebesar Rp5 miliar.
Pewarta: Moh Razin
Redaktur: Wawan A. Husna