KABARMADURA.ID | SAMPANG -Isu rencana penarikan pajak terhadap pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Monumen Sampang terus berlanjut. Di tengah gelombang penolakan dari PKL, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) justru menyebut bahwa itu sudah ditetapkan lama.
Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Sampang Hurun len mengatakan, aturan penarikan pajak terhadap PKL itu sebenarnya sudah lama tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2011, yang diubah menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pajak Daerah.
“PKL dengan omzet di atas Rp3.500.000 per bulan, maka pembelinya dibebani pembayaran pajak 8 persen dari nilai mamin yang dibeli,” jelasnya, Rabu (4/10/2023).
Dia menyebut, beberapa bulan lalu, pihaknya telah mengumpulkan para ketua paguyuban PKL untuk mensosialisasikan rencana penarikan pajak bagi yang omzetnya di atas Rp3,5 juta per bulan.
“Ternyata hasil pertemuan itu, rata-rata tidak ada PKL yang omzetnya seperti itu. Maka itu tidak akan kami kenakan (pajak). Yang akan dikenakan pajak adalah PKL dengan omzet sesuai perda,” tambahnya.
Rencana penarikan pajak pada PKL ini, lanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hasilnya nanti bisa digunakan untuk mengoptimalkan pembangunan di Sampang. Itu sesuai dengan atensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Dana transfer dari pusat dan provinsi semakin berkurang setiap tahun. Sehingga daerah didorong untuk menggali potensi PAD-nya masing-masing,” paparnya.
Sementara itu, salah seorang pedagang bakso di kawasan Monumen Sampang, Hermanto, menyampaikan, pihaknya lebih setuju rencana tersebut digagalkan. Sebab, rata-rata omzet PKL di kawasan Monumen Sampang tergolong rendah.
“Bagaimana mau ditarik pajak, sedangkan kami omsetnya tidak begitu besar. Kami percaya bahwa itu untuk meningkatkan PAD, tapi rendahnya pendapatan kami juga perlu menjadi pertimbangan,” ujarnya, Rabu (4/10/2023).
Pewarta: KM70
Redaktur: Sule Sulaiman