Revisi Perda RTRW Sumenep, Gili Iyang Tidak Masuk Kawasan Wisata

News88 views
Banner Iklan

KABARMADURA.ID | SUMENEP-Tuntutan agar raperda RTRW tahun 2023 tidak disahkan juga datang dari pemerhati  lingkungan, Iskandar Dzulkarnain. Menurutnya, banyak sekali kejanggalan dalam draf raperda RTRW tersebut.

Dia merekomendasikan agar  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep, khususnya tim pansus pembahasan raperda RTRW,  untuk tidak gegabah dalam mengesahkan raperda tersebut.

Banner Iklan

“Ya kami sangat berharap ditunda lagi, setelah dibaca  ternyata ada yang janggal dalam raperda RTRW tahun 2023 ini,” kata salah satu dosen Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini.

Dia menduga, tim ahli yang menangani hal itu tidak benar-benar turun ke lapangan. Misalnya, kawasan wisata yang justru Pulau Oksigen terbaik kedua dunia, yakni Pulau Gili Iyang, justru tidak masuk kawasan wisata, itu dinilai aneh.

Baca Juga:  DKP Pamekasan Ungkap Nelayan di Dua Wilayah Terindikasi Gunakan Alat Tangkap Terlarang

Selain itu, ada dua nama pelabuhan di Kalianget yang jelas-jelas sebenarnya itu adalah satu. Burung jambul merah khas kepulauan Sumenep juga tidak lagi masuk dalam kawasan atau objek yang harus dilindungi.

“Banyak istilah-istilah yang agak universal sehingga kami menduga itu justru bakal menjadi celah pintu masuk merusak lingkungan di Sumenep ini, kawasan persampahan misalnya, sejak kapan Kecamatan Kalianget, Kota dan Batuan menjadi kawasan itu,” imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Pansus Raperda RTRW H Dulsiam saat dikonfirmasi mengatakan, dia hanya mempunyai waktu sekitar dua bulan untuk mengesahkan raperda tersebut.

Baca Juga:  Pupuk Nasionalisme, Pemdes Dasok Pamekasan Gelar Pawai Kemerdekaan Bertabur Kesenian

“Karena jika tidak disahkan, maka akan diambil alih kementerian. Kami tidak bisa intervensi apa-apa, makanya yang tidak disepakati seperti penambangan fosfat, kami pastikan tidak ada, akan diubah nantinya,” paparnya.

Persoalan, tidak terkavernya kawasan wisata seperti Pulau Oksigen Gili Iyang itu, menurutnya hanya salah tafsir saja, karena kawasan itu tetap masuk di kawasan kelola wisata, tetapi dijelaskan berbeda.

“Masuk kawasan di sana (Gili Iyang. Red),” pungkasnya.

Pewarta: Moh. Razin

Redaktur: Wawan A. Husna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *