KABARMADURA.ID | Puluhan orang memenuhi area Dermaga Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan, Jumat (25/8/2023) siang. Sejumlah perahu yang dihias dengan beragam ornamen menyusuri laut sekitar. Warga setempat biasa menamai kegiatan ini dengan sebutan Rokat Tase’ atau Petik Laut.
SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN
Tradisi Petik Laut dianggap sebagai upaya tolak bala’ bagi pelaut. Berbagai macam rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam gelaran tersebut. Tujuannya, agar para nelayan mendapatkan limpahan selamatan ketika mengarungi lautan.
Hal itu diungkapkan salah seorang nelayan Desa Branta Pesisir, Suadi. dia menjelaskan, tradisi itu sudah ada sejak dahulu kala. Baginya, perayaan petik laut itu merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang diberikan.
“Sebenarnya ini bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah, karena telah memberikan rezeki melalui laut. Makanya, ada kegiatan petik laut. ‘Nabeng slamet ben Pojur bennyak ollenah’,” jelasnya kepada Kabar Madura.
Suadi menyebut, setiap rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama prosesi Petik Laut berlangsung memiliki makna tersendiri. Secara bergotong royong, para nelayan harus menyiapkan berbagai macam persembahan, seperti kepala sapi, bubur berbagai warna, nasi, dan segala macam hasil tani. Bahan-bahan itu atau yang biasa disebut bhitek dilepas ke tengah laut begitu saja. Kemudian perahu-perahu nelayan mengelilinginya dan berlomba untuk mengambil air di dekat bhitek untuk disiram ke perahu masing-masing. Mereka berharap agar perahu yang dimiliki bisa membawa hoki atau keberuntungan bagi pemiliknya.
Di akhir rangkaian Petik Laut, dilakukan ngaji dan doa bersama guna keberlangsungan kesejahteraan para nelayan. Menurut Suadi, kegiatan Rokat Tase’ dan simbol-simbol yang ada di dalamnya hanya sebatas proses rangkaian adat istiadat. Dia menegaskan, kegiatan tersebut tidak serta merta menjauhkan diri kepada sang pencipta. Sebab baginya, segala sesuatu yang terjadi tetap kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Disisi lain, gelaran Rokat Tase’ merupakan wujud nyata gotong royong yang kuat. Sebab dalam pelaksanaannya, setiap warga bahu-membahu menyiapkan gelaran itu secara bersama. Mulai dari menyiapkan perlengkapan, pemenuhan kebutuhan rokat, dan lainnya. Disitulah, kata Suadi, persaudaraan dan kekompakan sosial tetap terjaga.
“Rangkaian Rokat Tase’ ini bukan berarti kami musyrik atau bagaimana. Ini hanya rangkaian adat istiadat yang sudah ada sejak dulu yang harus kami lestarikan. Kalau soal takdir, dan rezeki, pastinya sudah ditetapkan oleh Allah,” ujar bapak tiga anak tersebut.
Redaktur: Sule Sulaiman