KABARMADURA.ID | SUMENEP-Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep mengeklaim bahwa dilepasnya dua tahanan kasus pengadaan kapal PT. Sumekar sudah sesuai ketentuan.
Pasangan suami istri (pasutri) asal Provinsi Gorontalo tersebut ditangguhkan penahanannya sejak Jumat (21/7/2023). Sedangkan dimulainya penahanan adalah saat ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Juni 2023 lalu. Dengan begitu, keduanya hanya berada di sel tahanan di Sumenep selama 39 hari.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sumenep Mochammad Indrata Subrata mengatakan, penangguhan penahanan tersebut atas permohonan kedua tersangka. Alasan yang digunakan adalah karena sakit, sesuai surat keterangan yang dilampirkan.
Namun secara detail, Kejari Sumenep belum merinci jenis penyakit yang diderita kedua tersangka tersebut. Namun dalam permohonannya, kedua tersangka harus menjalani perawatan dari dokter spesialis di daerah asalnya.
Dengan alasan itu, kata Indrata, maka dipersilakan pulang untuk kepentingan berobat. Menurut Indrata, yang dilakukan Kejari Sumenep sudah sesuai ketentuan yang diberlakukan dan memberikan otoritas sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan.
“Saya tetap mempertahankan statement saya bahwa itu sudah sesuai pasal 31 ayat 1 KUHAP bahwa sesuai alasan, maka kedua tersangka itu sudah dikeluarkan dari Rutan Kelas II B Sumenep sejak dua hari lalu,” kata Indrata.
Kini, keduanya hanya dikenakan wajib lapor, tidak keluar rumah, artinya tersangka harus tetap tinggal di rumahnya selama masa penangguhan penahanan.
“Beda dengan yang pak Syafi’ie (tersangka lainnya) yang meninggal dunia di Rutan Kelas II B itu, karena memang tidak ada permohonan dari keluarga dan kuasa hukumnya, makanya tidak ada penangguhan,” kata dia.
Dua tersangka itu berinisial HM, direktur utama PT. Fajar Indah Lines. Kemudian SK selaku komisaris di PT yang sama. Dalam kasus korupsi itu, keterlibatan SK dan HM adalah sebagai penyedia kapal cepat atau ekspres yang dibeli PT Sumekar.
Penangguhan tahanan oleh Kejari Sumenep itu menurut salah satu advokat di Sumenep, Marlaf Sucipto, memang benar otoritas Kejari Sumenep, namun tersangka merupakan warga luar Madura. Terlebih, tersangka tersebut berdomisili di luar Sumenep tepatnya di Provinsi Gorontalo dan tidak bisa dijangkau dalam hitungan jam.
“Penangguhan tidak boleh keluar kota karena tersangka diwajibkan untuk melapor pada waktu yang ditentukan, maka itu teknisnya bagaimana,” paparnya.
Dalam kasus itu, Kejari Sumenep telah menetapkan lima tersangka. Masing-masing tersangka adalah MS, mantan direktur PT Sumekar. Kemudian AS dan AZ, mantan direktur operasional PT Sumekar kala itu. Kemudian, SK dan HM.
SK dan HM diketahui menerima aliran dana atas pembelian kapal oleh PT Sumekar di tahun 2019. Nilainya sekitar Rp2 miliar. Kendati sudah dibayar, namun kapal yang dibeli tidak ada wujudnya.
Dana tersebut masuk ke rekening PT. Fajar Indah Lines yang saat itu transaksinya dilakukan oleh AZ yang sampai saat ini belum memenuhi panggilan penyidik Kejari Sumenep.
Pengadaan kapal tersebut dinilai menyimpang. Indikator penyimpangannya karena tanpa perencanaan dan tidak masuk program APBD. Sementara dana untuk pengadaan berasal dari APBD Sumenep 2019.
Terdapat dua unit kapal yang dibeli. Kapal tersebut dibeli dengan harga Rp8 miliar. Pembelian dua kapal tersebut tidak tertera di rencana kegiatan anggaran (RKA) APBD 2019. Bahkan, pengadaannya dilakukan tanpa melalui tender.
Kapal yang dibeli berjenis tongkang dan akan digunakan untuk melayani transportasi ke kepulauan Sumenep. Kapal tongkang tersebut diberi nama Dharma Bahari Sumekar (DBS) V, dibeli senilai Rp1,8 miliar. Kemudian pembelian kapal cepat senilai Rp2,4 miliar. Sayangnya, kapal cepat tersebut tidak pernah sampai di Sumenep hingga saat ini.
Pewarta: Moh. Razin
Redaktur: Wawan A. Husna