KABAR MADURA | Sebagian aktivis lingkungan mempertanyakan kinerja Polres Sumenep. Janji Polres Sumenep menertibkan tambang ilegal belum ada tindak lanjut. Utamanya mengenai rencana memantau 6 titik lokasi tambang ilegal.
Seharusnya, kata Tolak Amir, salah satu aktivis lingkungan di Sumenep, aparat penegak hukum (APH) harus aktif dan segera ambil tindakan mengenai tambang galian C itu. Dengan begitu, tidak menunjukkan kesan tebang pilih dalam mengatasi masalah.
“Kami dari Front Mahasiswa Peduli Lingkungan (FMPL) mendesak agar APH segera bertindak atas galian C ilegal,” kata Tolak Amir, Rabu, (6/3/2024).
Tolak Amir sudah merasa gerah, terlebih jika dampak buruk pada masyarakat akan terus membesar seiring tertundanya tindakan tegas dari aparat hukum.
“Perlu gerak cepat, masak sudah hampir 1 bulan hingga saat ini belum cek lapangan,” demikian Tolak Amir menegaskan perlunya menyegerakan tindakan tegas APH.
Tambang galian C ilegal itu juga dinilai sebagai kejahatan yang terstruktur, sehingga perlu adanya tindakan khusus. Apalagi, persoalan tersebut sudah bertahun-tahun tidak ditindak dengan serius, sehingga para pelaku pertambangan galian C itu merasa semakin leluasa.
“Teranyar, di 6 titik lokasi itu masih dibiarkan, ini bukti bahwa kinerja APH perlu dipertanyakan,” tegas dia.
Hal senada disampaikan Naghfir, praktisi hukum di Sumenep,. Menurutnya, tambang ilegal merupakan suatu kejahatan lingkungan yang terstruktur. Seharusnya, perlu dibuatkan regulasi khusus seperti perda.
“Jadi ada lokasi mana saja yang boleh dan yang tidak boleh ditambang,” singkatnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti menuturkan, tidak cepatnya polisi mengkroscek lokasi tambang ilegal di Sumenep, karena saat ini masih disibukkan dengan pengamanan penghitungan suara hasil pemilu.
“Jadi bukannya lambat, tetapi ada aktivitas lain yang juga perlu dilakukan,” tegas mantan kapolsek Sumenep Kota itu.
Sedangkan 6 titik tambang ilegal itu di antaranya berada di Desa Langsar, Desa Tanah Merah, Desa Kebunagung, Desa Kasengan, dan dua titik di Desa Karang Buddi.
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna