Soal Keterlambatan Pemberian Obat Pasien BPJS, RS Mohammad Noer Tidak Disanksi

News, Headline80 views

KABARMADURA.ID | PAMEKASAN -Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Pamekasan mulai berbicara banyak terkait kasus keterlambatan pihak Rumah Sakit Mohammad Noer (RSMN) dalam memberikan obat kepada pasien. 

Keterlambatan pemberian obat itu menimpa salah satu pasien penyakit jantung asal Desa Kertagena Daya, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan. Dia berobat ke RSMN pada Jumat (19/5/2023) lalu.

KM10082023
COVER 09 AGUSTUS 2023-1@1x_1
KM07082023
KM03082023

Kabag Sumber Daya Manusia (SDM), Umum, dan Komunikasi BPJS Kesehatan Pamekasan Ary Udiyanto mengungkapkan, pihaknya tidak memberikan sanksi kepada RSMN. Pasalnya, berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan tim BPJS Kesehatan Pamekasan menunjukkan bahwa keterlambatan pemberian obat tersebut tidak disengaja.

Berkaca pada kronologinya, jelas Ary, keterlambatan pemenuhan obat milik pasien yang tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan itu hanya karena kurangnya komunikasi dan koordinasi. 

“Peserta ini mengidap penyakit kronis, memang seharusnya dapat obat untuk satu bulan, berarti 30 hari. Nah, rumah sakit sudah memberikan obat itu, namun masih kurang. Hanya untuk yang 10 hari. Kemudian kekurangannya disampaikan akan tersedia mungkin dalam tiga hari lagi,” paparnya, Senin (29/5/2023).

Akan tetapi, setelah tiga hari, keluarga pasien kembali untuk mengambil sisa obatnya. Namun, pihak rumah sakit mengatakan belum tersedia. Menurut Ary, obat untuk pasien yang bersangkutan baru tersedia pada sore hari, sedangkan keluarga pasien datangnya pada pagi hari.

Baca Juga:  Masyarakat Sumenep Menunggak Pajak 10 Tahun, DPMD: Adukan ke Pemdes!

“Rumah sakit itu tidak bisa memastikan obat itu datang pagi, siang, atau sore. Tapi, kami sudah meminta pihak rumah sakit untuk bisa mengantisipasi persoalan seperti ini ke depan,” tegasnya.

Jika ada kasus yang serupa, BPJS Kesehatan menyarankan, agar setiap faskes bisa memberikan obat dengan mengantarkan langsung ke rumah pasien yang bersangkutan. 

“Kalau memang ada kesusahan obat, keterlambatan distribusi obat, penting berkomunikasi lagi atau koordinasi lebih inten lagi dengan penyedia obat,” tambahnya.

Ary juga menyebutkan bahwa persoalan ketersediaan obat ini memang sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari fasilitas kesehatan (faskes). Jadi, dia berharap, kejadian serupa tidak terulang kembali. Apalagi, di Pamekasan sudah terealisasi program universal health coverage (UHC).

“Kami telah memberikan edukasi. Kalau sudah UHC, bukan hanya sekadar berbicara pelayanan saja, tapi juga kualitas. Termasuk kualitas pemberian obat, sekurang-kurangnya mau delivery,” jelasnya.

Untuk itu, dia mengaku akan terus mendorong kualitas pelayanan agar ditingkatkan dan memastikan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik, terutama di faskes yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

“Untuk pemberian sanksi tidak bisa serta merta kami lakukan, karena ada SOP-nya. Pertama, pemanggilan. Jika masih terulang akan ada pemberian SP. Terparah, akan ada sanksi pemutusan kerja sama,” imbuhnya.

Namun, Ary mengatakan, persoalan tersebut bisa dianggap sudah selesai. Pihak rumah sakit sudah mendatangi pasien ke rumahnya untuk menyampaikan permohonan maaf.

Baca Juga:  Produktivitas Berkarya Jadi Poin Utama, Cara PMP Wujudkan Pemuda Berwawasan Luas 

“Obat itu bukan serta merta tidak ada. Kronologinya jelas, dan kekurangannya itu sudah dipenuhi. Kecuali benar-benar dalam satu bulan tidak ada obat dan semua pasien terlantar, itu beda cerita,” terangnya.

Sebelumnya, soal keterlambatan pemberian obat itu, Direktur RSMN dr. Nono Ifantono menyampaikan, karena terjadi keterlambatan pengiriman dari distributor obat yang dibutuhkan oleh pasien tersebut.

“Pasien itu menerima obat 10 macam, terus satu obat yang kurang jumlahnya. Bukan tidak tersedia. Jadi pasien kronis bisa langsung mengambil obat 1 bulan, ada 1 obat jantung saat itu stoknya tinggal 10 tablet yang bisa diberikan ke pasien, yang lainnya diberikan sesuai dengan yang sudah diresepkan oleh dokter,” ulas dr. Nono, Minggu (28/5/2023).

Dia mengaku telah melakukan evaluasi tim nakes yang mengurus obat pasien. Tetapi sejatinya, pihaknya sudah melakukan pengadaan obat sesuai dengan kebutuhan yang biasa dibutuhkan selama satu bulan dan ditambah dengan cadangan 20 persen dari total kebutuhan.

“Jadi kalau mencari kasus seperti ini bukan hanya saat itu, sering terjadi seperti ini. Jadi kami itu kadang beberapa kali tidak bisa memberikan obat sesuai dengan jumlahnya, karena terkendala di pengadaannya. Obat bukan hanya puluhan, tapi ratusan dengan beberapa penyedia barang,” urainya.

Pewarta: Khoyrul Umam Syarif

Redaktur: Moh. Hasanuddin

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *