KABARMADURA.ID | SUMENEP-Kasus kekerasan terhadap anak mulai menjadi bahan perbincangan menghangat. Tahun ini, sudah ada tiga kasus yang ditangani oleh Polres Sumenep. Masing-masing, kekerasan seksual guru kepada siswa di salah satu sekolah menengah atas negeri (SMAN), pembuangan bayi oleh perempuan berusia 18 tahun di Puskesmas Batuan.
Serta, kasus ayah yang menghamili anak kandungnya atau incest di Kecamatan Pragaan. Ketiganya mulai menjadi bahan evaluasi Bupati Sumenep Achmad Fauzi. Menurutnya, butuh keterlibatan semua pihak untuk bersinergi memberikan pemahaman kepada anak-anak. Terutama pemahaman tentang moral dan etikanya.
“Jadi, secara bersama-sama untuk mengontrol anak, misalnya orang tua tidak langsung pasrah kepada guru, sebaliknya gurunya, intinya harus bersama-sama mengontrol dan membimbing anak-anak kita,” ujarnya kepada Kabar Madura, Rabu (15/2/2023).
Pihaknya menuturkan, pembinaan terhadap anak tidak bisa hanya mengandalkan pendidikan formal. Namun, di luar sekolah perlu pengawasan intens. Tanggung jawab ini membutuhkan keoptimalan orang tua. “Sesibuk-sibuk orang tua perlu menyapa dan mengawasi anaknya, nah ini menjadi pembelajaran bagi kita semua,” tuturnya.
Kemudian, antara guru dan anak juga tidak boleh canggung. Selalu saling komunikasi tetapi tidak melampaui batas. Artinya akhlak tetap dijaga, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Secara umum, beban moral anak menjadi tanggung jawab bersama. Baik dari guru, orang tua dan semua elemen masyarakat.
“Intinya, khusus anak utamanya pelajar menjadi tanggung jawab bersama,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Cabang (Sekcab) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep Nunung Fitriana mengaku, hingga saat ini banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan data di internal kelembagaannya, dua bulan terakhir ada 3 kasus kekerasan seksual anak.
“Bisa saja bertambah, jika tidak ada antisipasi dari pemkab secara umum, misal menekan Dinas Pendidikan (Disdik) dan lainnya,” responnya.
Kompak, Tingkatkan Akhlakul Karimah
Kekerasan seksual terhadap anak juga menjadi bahan evaluasi dari lembaga pendidikan. Baik dari Kementerian Agama (Kemenag), Dinas Pendidikan (Disdik) dan Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur (Cabdindik Jatim) wilayah Sumenep..
Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Sumenep Chaironi Hidayat mengatakan, peran serta pendidikan perlu dioptimalkan. Terutama mengenai keilmuan agama yang secara umum menyangkut tentang akhlak.
“Akhlak adalah kepatuhan secara totalitas terhadap ajaran agama,” ujarnya kepada Kabar Madura, Rabu (15/2/2023).
Menurutnya, melihat fenomena yang mengarah pada degradasi moral yang semakin lama menunjukkan ke arah negatif, maka perlu diajarkan pendidikan akhlak sejak dini untuk semua lini pendidikan.
“Bukan diajarkan ritual-ritual saja, tetapi makna serta nilai-nilai akhlakul karimahnya,” ucapnya.
Pihaknya menuturkan, kedepan guru tidak hanya menyelesaikan pelajaran di sekolah. Akan tetapi, perlu adanya pengawasan dan kerjasama antara guru dengan orang tua. Termasuk adanya larangan menggunakan handphone bagi para siswa.
Sementara itu, Kepala Disdik Sumenep Agus Dwi Saputra menegaskan, kehidupan anak banyak berinteraksi di rumah dibandingkan di sekolah yang hanya 1 jam hingga 8 jam. Sehingga, peran orang tua lebih kuat dibandingkan peran serta guru.
“Terkadang anak berbuat melenceng di luar sekolah. Jadi, pengawasan maksimal terhadap anak ini bisa dioptimalkan oleh orang tua,” tegasnya.
Dia memaparkan, khusus para siswa/i di bawah naungan instansinya saat ini kian mengoptimalkan pengawasan. Bahkan, akan berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pendidikan keagamaan serta akhlakul karimah terhadap siswa/i.
“Kami sudah imbau kepada semua kepala sekolah (kasek) agar pengawasan terhadap siswa/i di sekolah perlu intens,” paparnya.
Terpisah, Plt Kepala Cabdindik Jatim Wilayah Sumenep Ali Afandi berjanji, akan terus mengembangkan pemahaman ilmu agama dan akhlak di sekolah. Bahkan akan membetuk satuan tugas (satgas) di masing-masing sekolah.
“Selain guru, juga bisa ada pengawas, baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah. Ha ini juga penting dilakukan, agar anak-anak benar terawasi,” responnya.
Atas adanya kasus kekerasan seksual, maka kedepan perlu evaluasi untuk seluruh komponen pendidikan. Termasuk, peran serta orang tua, masyarakat dan para guru. “Kami tidak menyalahkan salah satunya, tetapi ini menjadi evaluasi bersama,” tegasnya.
Butuh Peran Berbagai Pihak
SUMENEP-Maraknya kasus seksual terhadap anak di bawah umur cukup menjadi sorotan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Perbuatan yang mencoreng agama islam ini akibat rusaknya moral. Sehingga perlu adanya mawas diri. Hal tersebut diungkapkan Ketua MUI Sumenep Kh. Sholeh melalui Sekretaris MUI Sumenep, Musthafa, Rabu (15/2/2023).
Menurutnya, peran orang tua dan guru harus dioptimalkan untuk mengantisipasi terjadinya perbuatan tercela tersebut. Terutama dalam memberikan pemahaman terhadap anak-anak di lembaga pendidikan maupun di rumah.
Secara umum, terdapat beberapa faktor terjadinya perbuatan itu. Masing-masing, lantaran pergaulan di lingkungan yang tidak baik, termasuk alat komunikasi seperti handphone serta lainnya. “Ada ayah yang menghamili anaknya karena tidak bisa mengontrol hawa nafsunya,” ujarnya kepada Kabar Madura.
Selain peran serta guru di sekolah, para tokoh agama juga perlu terlibat dalam menyebarkan dakwah tentang pemahaman agama. Bahkan bila perlu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep bisa menekankan ke bidang pendidikan agar meningkatkan ilma tentang perbaikan akhlak.
“Terkadang, pendidikan formal sudah bagus, tetapi di luar sekolah terkadang tidak bisa mengontrol anak, maka perlu peran orang tua juga,” ucapnya.
Salah satu fondasi agar tidak terjadi perbuatan tercela, perlu saling mengingatkan hal kebaikan di dalam lingkup keluarga. Seperti, menjauhkan anak dari pengaruh handphone. Serta, orang tua dan guru perlu bersinergi menjaga anak.
“Paling utama tidak mudah meninggalkan anak itu sendiri, perlu diberikan pemahaman tentang agama dan terus diawasi,” sarannya..
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Totok Iswanto