KABARMADURA.ID | Penambangan galian golongan C atau galian C maupun penambangan fosfat hingga saat ini menjadi sasaran aparat penegak hukum (APH) di Kabupaten Sumenep. Mereka berjanji, akan menutup tambang ilegal atau yang tidak berizin. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto, Rabu (12/4/2023).
Menurutnya, tindak tegas akan maksimal apabila ada sinergi dari pemerintah daerah. Terutama dalam hal pendataan tambang. Sesuai informasi di lapangan, mayoritas penambang sudah mengajukan proses perizinan. Hanya saja, masyarakat mengaku kesulitan mendapatkan izin pertambangan. Padahal lahan yang ditambang merupakan milik pribadi.
“Karena yang mengajukan rata-rata lahan milik sendiri. Jadi di sini daerah harus jelas, tentang perizinannya,” ujarnya kepada Kabar Madura.
Pihaknya menuturkan, apabila penambangan dihentikan, secara otomatis akan berdampak terhadap pembangunan di daerah yang identik dengan slogan Kota Keris ini. Sebab, segala kebutuhan pembangunan di daerah memanfaatkan hasil tambang galian C. Sehingga perlu adanya solusi efektif yang nantinya saling bermanfaat.
“Yang pasti masyarakat itu dipermudah untuk segera diberikan izin, kami tidak punya kebijakan untuk langsung menindak, butuh prosedur,” tuturnya.
Sementara itu, Kapolres Sumenep AKBP Edo Satya Kentriko mengaku, saat ini sudah menutup semua aktivitas penambangan ilegal. Apabila masih ada tambang ilegal, maka masyarakat tidak perlu sungkan untuk melaporkan ke instansinya. Kurang lebih 10 tambang ilegal yang sudah tidak beroperasi akibat ditutup oleh kepolisian.
“PR kami kedepan adalah bagaimana pemerintah mempercepat proses izin, karena masalah saat ini para penambang sudah melakukan izin, tapi belum diproses izinnya,” paparnya.
F-Tambang
KM/MOH RAZIN
TETAP ILEGAL: Semua eksploitasi galian C di Sumenep masih berstatus ilegal.
Harus Tuntaskan Revisi RTRW
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep kebingungan menyikapi ketersediaan galian C ilegal. Bahkan kesulitan membentuk regulasi agar galian tersebut tidak merusak alam. Hal ini diakui Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Ernawan Utomo melalui Analis Kebijakan Ahli Muda Erwien Hendra, Rabu (12/4/2023).
Menurutnya, sebelum ada patokan khusus atau regulasi, maka ketersediaan tambang berstatus ilegal. Regulasi itu berupa, revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW). Selama ini ketersediaan tambang tidak memiliki payung hukum. Bahkan bisa dikatakan, kasus penambangan sama halnya dengan penyakit kronis.
“Apalagi kami sudah tidak banyak terlibat, baik dalam pengurusan izin ataupun memberikan tindakan,” ujarnya kepada Kabar Madura.
Status ilegal pada penanganan sudah tidak bisa diminimalisir, meski berkali-kali sudah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, bahkan memasang banner penutupan, masih saja belum membuahkan hasil. Diyakini, di balik penambangan ilegal merupakan penguasa bukan masyarakat biasa.
“Bisa dibayangkan untuk melakukan pengerukan itu modal besar, pengadaan alat besar itu juga, maka masuk akal jika pengusaha yang ada di belakang galian C,” ucapnya.
Pihaknya menuturkan, langkah awal untuk menertibkan persoalan galian C ilegal harus menyelesaikan RTRW. Bahkan, aparat penegak hukum (APH) harus mampu menindak dengan tegas. “Bila perlu berikan sanksi pidana,” sarannya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Sumenep Eri Susanto, menyampaikan, persoalan RTRW tidak bisa memastikan revisi RTRW selesai tahun ini. Tetapi untuk tahapannya sejauh ini sudah berjalan.
“Draftnya udah ada di kementerian, karena banyak, yakni se-Indonesia yang mengajukan revisi RTRW,” responnya.
Harus Tuntaskan Revisi RTRW
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep kebingungan menyikapi ketersediaan galian C ilegal. Bahkan kesulitan membentuk regulasi agar galian tersebut tidak merusak alam. Hal ini diakui Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Ernawan Utomo melalui Analis Kebijakan Ahli Muda Erwien Hendra, Rabu (12/4/2023).
Menurutnya, sebelum ada patokan khusus atau regulasi, maka ketersediaan tambang berstatus ilegal. Regulasi itu berupa, revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW). Selama ini ketersediaan tambang tidak memiliki payung hukum. Bahkan bisa dikatakan, kasus penambangan sama halnya dengan penyakit kronis.
“Apalagi kami sudah tidak banyak terlibat, baik dalam pengurusan izin ataupun memberikan tindakan,” ujarnya kepada Kabar Madura.
Status ilegal pada penanganan sudah tidak bisa diminimalisir, meski berkali-kali sudah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, bahkan memasang banner penutupan, masih saja belum membuahkan hasil. Diyakini, di balik penambangan ilegal merupakan penguasa bukan masyarakat biasa.
“Bisa dibayangkan untuk melakukan pengerukan itu modal besar, pengadaan alat besar itu juga, maka masuk akal jika pengusaha yang ada di belakang galian C,” ucapnya.
Pihaknya menuturkan, langkah awal untuk menertibkan persoalan galian C ilegal harus menyelesaikan RTRW. Bahkan, aparat penegak hukum (APH) harus mampu menindak dengan tegas. “Bila perlu berikan sanksi pidana,” sarannya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Sumenep Eri Susanto, menyampaikan, persoalan RTRW tidak bisa memastikan revisi RTRW selesai tahun ini. Tetapi untuk tahapannya sejauh ini sudah berjalan.
“Draftnya udah ada di kementerian, karena banyak, yakni se-Indonesia yang mengajukan revisi RTRW,” responnya.
Pewarta: Moh. Razin
Redaktur: Totok Iswanto