Tidak Ada Regulasinya, Desa Diminta Anggarkan Penanganan Stunting

Banner Iklan

KABARMADURA.ID | PAMEKASAN-Keinginan memaasifkan penanganan stunting dari pedesaan, rupanya tidak melibatkan program dari dana desa (DD). Selama ini, semua program harus ditangani langsung oleh organisasi perangkat daerah (OPD) tingkat kabupaten.

 

Kharisma 2

Kendati tidak diatur secara khusus, desa tetap diminta terlibat dalam setiap kegiatannya. Pemerintah desa diminta menyediakan anggaran untuk kegiatan penanganan stunting. Seperti yang terjadi di Pamekasan dan Sumenep. Tidak persentase yang ditetapkan, tapi semua desa harus menganggarkan.

 

Sejauh ini, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pamekasan hanya mampu mendorong melalui pendekatan persuasif untuk menekan desa agar terlibat dalam penanganan stunting.

 

Menurut Kepala DPMD Pamekasan Fathorrachman melalui Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan (PLKD) Pamekasan Yatik, sejatinya tidak ada regulasi mengenai keterlibatan intervensi dana desa (DD). Dia memaklumi ketiadaaan aturannya, karena kebutuhan dari setiap desa tidak sama.

 

“Kucuran DD untuk menekan angka stunting tidak diatur berupa regulasi khusus, tapi dipastikan, untuk kepentingan stunting sudah disiapkan dari setiap desa,” kata Yatik.

Baca Juga:  BK Provinsi untuk BUMDes di Sampang Belum Cair

 

Kegiatan yang dilakukan di desa beragam, seperti kelas ibu hamil, kegiatan posyandu, dan bimbingan teknis (bimtek) kader pembangunan manusia, serta kegiatan sosialisai lainnya yang langsung digerakan oleh pemerintah desa.

 

Khusus kader pembangunan manusia, memang salah satu tugasnya untuk memberikan sosialisasi dan melakukan pendampingan setiap keluarga. Jumlah kader yang dilibatkan sebanyak 178 orang, atau satu orang kader per desa.

 

Honor kader diperbolehkan dianggarkan dari DD. Nominal honorer dipasrahkan kepada pihak desa, kendatipun diatur di peraturan bupati (perbup) sebesar Rp500 ribu per orang.

 

Sedangkan anggaran yang disediakan Pemkab Pamekasan melalui APBD sebesar Rp153 miliar di tahun 2022 ini.

 

Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pamekasan Taufikurrachman melalui Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan dan Pembangunan Manusia (P2M) Khairul Anam, anggaran itu dikonvergensi oleh 14 OPD.

 

Dari sisi peruntukan anggaran pada tahun 2022 untuk penanganan stunting tidak disamakan, artinya disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang diberikan, namun dari 14 OPD, Dinas Kesehatan (Dinkes) yang paling dominan yakni mencapai Rp36 miliar, sisanya dari total anggaran Rp153 miliar tersebar di 13 perangkat daerah.

Baca Juga:  Dampak Tidak Bertemunya Pemkab dan Pusat, Realisasi Perpres 80/2019 Tidak Jalan di Bangkalan

 

Untuk penanganan stunting dipilah menjadi dua; pertama, penangan spesifik yang berhubungan dengan kesehatan diampu Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan. Kedua, penanganan sensitif yang diartikan sebagai penyebab tidak lansung, dibebankan kepada 13 OPD.

 

“Intervensinya berada di desa lokus stunting, tahun 2022 ada 50, sedangkan pada tahun 2023 sudah ditetapkan ada 24 lokus stunting,” tuturnya.

 

14 OPD yang menangani stunting pada tahun 2022 antara lain Dinas Kesehatan (Dinkes) DP3AP2KB, Bappeda, Disdikbud, Dispendukcapil, DPKP, Dinsos, Diskominfo, DKP, DKPP, DPMD, DLH, Bagian Kesra, dan Disperindag Pamekasan.

 

Saat ini, angka stunting di Pamekasan berada di prevalensi 38 persen berdasarkan studi status gizi Indonesia (SSGI). Sedangkan berdasar bulan timbang prevalensinya di angka 11 persen.

 

Reporter: Khoyrul Umam Syarif

 

Redaktur: Wawan A. Husna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *