KABAR MADURA | Sejak beberapa tahun terakhir, keberadaan angkutan umum ilegal atau travel gelap di Kabupaten Pamekasan terus mempengaruhi jumlah penumpang transportasi resmi. Hal itu diungkapkan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Regu C Achmad Syaifullah.
Menurutnya, penurunan jumlah penumpang bus di Terminal Runggosukowati Pamekasan berawal sejak pandemi Covid-19 bisa diatasi. Pada tahun sebelumnya, jumlah penumpang biasanya cukup banyak setiap bulan, menyentuh seribu orang. Namun sejak pandemi itu berakhir, jumlahnya menurun sekitar 300 hingga 500 penumpang saja.
Ada banyak faktor yang menjadi sebab turunnya jumlah penumpang di Pamekasan. Salah satunya karena banyaknya masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi dan travel di Pamekasan.
“Memang ada penurunan setiap tahun untuk jumlah penumpang bus di terminal Pamekasan,” ungkapnya.
Dijelaskan Achmad Syaifullah, pihaknya belum bisa menentukan travel tersebut apakah travel resmi atau travel bodong, yang jelas mayoritas masyarakat memilih kendaraan tersebut untuk pergi antarkota maupun antarprovinsi.
“Karena bisa diakses langsung ke rumahnya dan bisa cepat sampai ke alamat yang dituju,” ujarnya.
Dia berharap, ke depannya keberadaan terminal Bus Runggosukowati Pamekasan bisa normal kembali seperti beberapa tahun sebelumnya.
“Kalau travel itu kan bisa dijemput langsung ke rumahnya, sedangkan kita tidak,” tegasnya.
Sementara itu, Kasi Angkutan Orang dan Barang Dinas Perhubungan (Dishub) Pamekasan Ach. Ghufron mengatakan, pihaknya belum mempunyai data detail terkait travel bodong atau gelap yang beraktivitas di Pamekasan. Sebab, untuk menentukan teavel tersebut baik berizin atau tidak belum diketahui jenis dan ciri-cirinya.
Namun, pihaknya meyakini selain keberadaan travel tersebut dilarang oleh undang-undang juga akan berdampak buruk terhadap jumlah penumpang travel dan bus yang berizin.
“Jelas ini berdampak kepada jumlah penumpang bagi yang sudah berizin,” katanya.
Sampai saat ini, Ach. Ghufron mengaku hanya mengetahui sekitar tiga travel berizin di Pamekasan, di anraranya trevel Al-Muna.
Sedangkan untuk trevel bodong belum dilakukan operasi sama sekali dengan alasan sulit dideteksi. Menurutnya, pendataan belum dilakukan sebab tidak adanya kejelasan apa ciri khusus travel bodong tersebut, bahkan data yang berizin pun belum dimilikinya.
Dia menyebut kemungkinan besar travel bodong tersebut mayoritas di daerah utara Pamekasan.
“Sepertinya untuk itu lebih banyak terjadi di daerah Pantura,” tegasnya.
Pewarta: Moh. Farid
Redaktur: Hairul Anam