KABARMADURA.ID | SUMENEP-Keinginan Kepala Polres (Kapolres) Sumenep AKBP Edo Satya Kentriko untuk duduk bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, belum mendapat lampu hijau dari Kejari Sumenep.
Duduk bersama itu terkait upaya penyelarasan persepsi dalam menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan gedung Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumenep. Alasannya, dua lembaga aparat penegak hukum (APH) itu tidak kunjung menemui titik temu. Akibatnya, kasus Gedung Dinkes ini harus tertahan sampai 7 tahun di proses penyidikan.
Kepala Kejari (Kajari) Sumenep Trimo melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Novan Bernadi mengatakan, kasus dugaan tipikor gedung Dinkes Sumenep hingga saat ini masih P19 atau berkas perkara dikembalikan ke polres karena tidak lengkap.
“Persepsi masyarakat bahwa dari sejak dulu bolak-balik berkas antara Polres dan Kejari Sumenep. Padahal tidak,” kata Trimo, Rabu (9/11/2022).
Mengenai klaim dari Polres Sumenep yang menyebut bahwa petunjuknya berubah-ubah atau muncul petunjuk baru, juga dibantah. Menurut Trimo, tidak berubah. Tetap tidak penuhi syarat formil dan materiil. Untuk melengkapi syarat Formil dan materiil versi jaksa, menurutnya, sangat mudah. Tetapi, tidak kunjung dilengkapi.
“Untuk syarat formil itu sebenarnya dari unsur berkasnya misalnya, kesalahan berkas. Kalau syarat materiil adalah pendalaman saksi atau berkaitan dengan saksi. Sebenarnya syarat itu sangat gampang kok untuk dipenuhi. Tetapi hingga saat ini belum dipenuhi,” imbuhnya menjelaskan syarat yang selama ini diminta.
Dia mengutarakan, terkait duduk bersama itu sebenarnya sudah pernah dilakukan. Yakni, pada tahun 2018 lalu. Bahkan sudah 2 kali.
“Jadi duduk bersama sudah dilakukan sebelumnya. Namun, belum temukan titik temu,” akunya tentang pertemuan penyidik Kejari dan Polres Sumenep untuk membahas kasus Gedung Dinkes.
Bahkan, Trimo menegaskan bahwa yang menangani kasus itu adalah satu orang dan tidak berubah-ubah petunjuknya. Termasuk siapa pun di kejaksaan yang menerima berkas itu, menurutnya tidak akan bisa mengubah P19.
Novan juga mengungkapkan, P-19 dari Kejari Sumenep hanya satu kali, ketika berkas dilimpahkan dari Polres, isinya sama seperti P1-19.
“Untuk mengubah P19 ataupun menambahkan isi P19 juga tidak bisa, karena tanda tangannya dari dulu tetap dari saya, jadi tidak mungkin berubah petunjuk jaksa itu.” tegasnya.
“Statmennya polres bahwa berubah-ubah. Padahal tidak merubah,” tukas Trimo.
Menurutnya, fungsi duduk bersama adalah untuk memecahkan P-19 dari Kejari, misalnya unsur yang tidak bisa terpenuhi.
“Yang kapolres baru (AKBP Edo Satya Kentriko, red) belum duduk bersama. Tetapi, sudah pernah membicarakan permasalahan berkas yang tidak lengkap. Sebenarnya, kejari kapan pun siap melayani,” tuturnya.
Dikatakan, perkara tipikor itu bermula dari temuan audit BPK. Terdapat penggunaan dana senilai Rp201 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pembangunan itu pagu anggarannya sebesar Rp4,5 miliar, dialokasikan untuk pembangunan dua gedung yang saat ini digunakan sebagai kantor Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Sumenep.
Menurut dia, selama ini saksi belum menunjukkan lebih jelas buktinya, hanya berdasarkan katanya. Sehingga tidak kunjung P21 (berkas diterima). Sementara berkas terakhir diajukan pada kejaksaan antara April-Mei 2022 lalu. Namun dikembalikan lagi karena tidak memenuhi syarat.
“Pada dasarnya, kejaksaan selalu siap menyelesaikan kasus itu, jika mengajak kerja sama dan duduk bereng untuk menyelesaikan kasus itu, akan sama-sama bantu. Polres kesulitannya di mana akan dibantu,” ucap dia.
Sementara itu, Kapolres Sumenep AKBP Edo Satya Kentriko mengatakan, duduk bersama untuk menyelesaikan kasus itu perlu dilakukan karena ada kebuntuan di penyidik Polres Sumenep. Kebuntuan yang dimaksud, bentuk kekurangan yang perlu dilengkapi sulit diterjemahkan penyidik.
“Selama ini jaksa hanya mengirimkan ini kekurangannya, apakah diterjemahkan oleh polres, selama ini kan buntu. Menurut pendapatnya polres seperti ini. Tetapi, apa yang diputuskan polres tidak sama, belum tentu diterima oleh jaksa kan. Nah Ini kan perlu diskusi bersama, apa yang perlu dilengkapi,” ucap AKBP Edo.
Menurut kapolres yang baru di Julo 2022 itu, selama ini antara Kejari dan penyidik Polres tidak saling bertemu, hanya saling bersurat mengenai petunjuk jaksa itu. Sehingga, yang diinginkan jaksa belum bisa diterjemahkan.
“Intinya di situ aja. Makanya perlu duduk bersama,” ujarnya.
Mengenai klaim jaksa yang sudah ada pertemuan sebelumnya, AKBP Edo mengaku tidak mengetahui, karena belum bertugas di Sumenep. Dia juga menegaskan penyidik kasus itu tidak pernah berganti. Alasannya karena penyelesaian kasus korupsi perlu diselesaikan tanpa ganti-ganti penyidik.
“Jika sebelumnya sudah ada duduk bersama, saya tidak tahu itu. Intinya dari sekarang harus diskusi bareng. Ini sudah dilakukan mengenai teknisnya, saya tidak hafal karena banyak kasus yang ditangani, tahun ini ada 675 kasus, tidak hanya kasus ini saja kan,” pungkasnya.
Diketahui, kasus dugaan tipikor tersebut bergulir sejak 2015 silam. Pada 2019 lalu, Polres Sumenep telah menetapkan tiga tersangka yakni IM, ABM, dan MA. Namun sejak 2015 hingga 2022, berkas yang dilimpahkan ke Kejari Sumenep selalu P19. Sehingga, selama 7 tahun, kasus itu tidak kunjung menemui titik terang.
Reporter: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna