KABAR MADURA | Oknum kepala sekolah (kasek) di salah satu sekolah dasar (SD) berinisial J serta guru ASN, yang merupakan ibu korban, berpotensi mendapatkan sanksi sangat berat. Keduanya diduga bersekongkol untuk mencabuli anak di bawah umur. Saat ini, penonaktifan sementara sebagai guru ataupun kasek sedang diproses.
“Penonaktifan karena perilakunya sangat amat tidak terpuji, seperti halnya binatang,” kata Kepala Disdik Sumenep Agus Dwi Saputra melalui Kabid Pembinaan Ketenagaan Akhmad Fairusi, Senin (2/9/2024).
Dia mengakui, di dunia pendidikan, khususnya di Sumenep, saat ini memang darurat kekerasan seksual. Terlebih, yang terjadi pada kasus terbaru, perilakunya tidak menunjukkan sebagai ASN yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat.
“Jika benar, perbuatan ini paling sangat parah di Sumenep. Untuk surat penonaktifan sementara tunggu dari Badan Kepegawaian Sumber Daya manusia (BKPSDM) Sumenep,” ujarnya.
Harapannya, agar hal itu menjadi efek jera, utamanya bagi ASN di Sumenep, dan Disdik Sumenep dalam mengantisipasi kasus anak, maka saat ini sudah melakukan program sekolah responsif gender untuk semua siswa.
Anggota DPRD Sumenep Wiwid Harjo juga agar kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur segera diatasi, karena membuat pendidikan semakin tercoreng.
“Perlu adanya kerja sama serta pendampingan khusus dan pengawasan agar kasus kekerasan seksual tidak semakin merajalela,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD di Sumenep Haji Karim mengaku tidak mengetahui hal itu, tetapi dia berharap agar kejadian itu tidak terulang kembali, sehingga ini merupakan PR bersama.
Sebelumnya, Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti Setyoningtyas mengungkapkan bahwa kasus itu terungkap pada 26 Agustus 2024 sekira pukul 16.00 WIB. Saat itu, ayah korban diberitahu oleh keluarganya bahwa putrinya menjadi korban pencabulan.
Ayah korban mendapat keterangan dari keluarganya bahwa putrinya disuruh melakukan hubungan badan dengan J oleh ibu kandungnya sendiri. Awalnya, korban dijemput oleh ibu kandungnya, kemudian diantar ke rumah J dengan alasan akan melaksanakan ritual mensucikan diri.
Korban kemudian diantar masuk ke rumah J, sedangkan ibunya menunggu di luar rumah. Begitu masuk ke dalam rumah, korban disuruh membuka pakaian. Setelah itu J langsung melakukan hubungan badan dengan korban. Setelah selesai, Bunga disuruh keluar rumah dan langsung pulang bersama ibunya.
Saat ini, keduanya ditahan di Polres Sumenep. Atas perilaku tersebut, J dijerat pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sementara ibu korban dijerat pasal tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (imd/waw)