KABAR MADURA | Berbagai macam stigma terhadap perempuan Madura seolah tidak pernah hilang, utamanya berkaitan dengan ambang batas waktu menikah. Bagi masyarakat Madura, umur 20 tahun ke atas, merupakan waktu yang cukup matang menikah bagi perempuan. Premis itulah yang diangkat oleh sekelompok sanggar seni di Pamekasan dalam sebuah pementasan teater pada Sabtu (14/12/2024) di Auditorium IAIN Madura.
PAMEKASAN, SAFIRA NUR LAILY
Menghadirkan latar tempat taman kota, pementasan drama realis yang bertajuk Kisah Cinta di Hari Rabu berhasil dipentaskan oleh anggota Teater Fataria. Suasana taman di atas panggung tampak lebih hidup dengan adanya lighting yang sesuai dengan konsep pementasan. Pertunjukan yang digarap komedi itu mengundang gelak tawa penonton dan memenuhi kawasan panggung.
Sutradara Pertunjukan ‘Kisah Cinta di Hari Rabu’ Eliza Nur Priyanti mengatakan, karyanya itu merupakan hasil dari adaptasi naskah karangan Anton Chekov dengan judul yang sama. Pihaknya sengaja mengadaptasi naskah itu ke kondisi sosial masyarakat Madura, sebab memiliki isu sosial yang sama, salah satunya tentang ambang batas menikah bagi kaum hawa.
“Ada beberapa part yang memang kami ubah dari naskah aslinya. Karena konsep pertunjukan ini adapatasi, tapi tanpa menghilangkan maksud dan tujuan dari naskah aslinya,” ungkap Eliza, Senin (16/12/2024).
Menurut Eliza, desakan menikah bagi perempuan yang sudah berumur 20 tahun ke atas sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologi individu. Sehingga, cukup berdampak terhadap interaksi sosialnya. Kondisi itu digambarkan oleh karakter Ningsih (25), aktor utama dalam pementasan itu yang memiliki tekanan dari keluarga untuk segera menikah.
“Desakan menikah itu sangat mengganggu psikologi Ningsih, hingga ia bertindak bodoh,” tambahnya.
Selain membahas tentang ambang batas menikah bagi perempuan, Eliza juga menghadirkan tentang isu sosial yang cukup relevan dengan transformasi digital saat ini, salah satunya dengan masifnya sebuah aplikasi. Menurutnya, selain memberikan kemudahan mengakses suatu hal, transformasi digital juga memberikan dampak yang cukup negatif.
“Belakangan, banyak sekali kasus penipuan online. Itu dilatarbelakangi oleh masyarakat yang langsung percaya begitu saja dengan orang yang dikenal di dunia maya. Inilah yang dialami oleh aktor Ningsih, dia memanfaatkan aplikasi untuk lekas mencari jodoh, tapi dia sendiri malah kena tipu. Krisis seperti itulah yang kami angkat juga,” jelas mahasiswa semester tiga itu.
Eliza berharap, pertunjukan yang dipentaskan tersebut bisa memberikan edukasi kepada publik mengenai isu-isu sosial yang terjadi di sekitar. Sehingga, masyarakat bisa lebih bijak dalam bersosial.
“Dalam pementasan ini, kami juga angkat soal Prembun Madura, yang tak lepas dari mitologi yang mengandung unsur kepercayaan,” tutupnya. (zul)