KABARMADURA.ID | BANGKALAN – Belanja pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan membebani sekitar 60 persen dari total Rp2,4 triliun anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Akan tetapi, meski termasuk belanja yang paling boros, tidak dibarengi dengan pengawasan tingkat kehadiran yang maksimal.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangkalan Muhammad Khotib mengatakan, borosnya belanja pegawai atau gaji pegawai seharusnya ada manfaat yang diterima masyarakat, misalnya pelayanan yang lebih baik. Faktanya, hingga saat ini kinerja pegawai belum memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Masih banyak keluhan masyarakat terutama tentang pelayanan,” ujarnya kepada Kabar Madura, Kamis (22/9/2022).
Menurutnya, berdasar data tahun 2021, lebih dari 8 ribu pegawai berstatus aparatur negara (ASN) dan 3 ribu tenaga harian lepas (THL) di daerah yang identik dengan slogan Kota Salak. Namun, ketersediaannya belum menunjukkan keoptimalan di bidang pelayanan masyarakat. Sehingga diduga kuat, data dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) fiktif.
“Apakah integritas pegawai itu yang tidak ada, ataukah ribuan pegawai itu hanya sebatas angka saja. Datanya ada, tapi manusianya tidak, begitu kira-kira. Perlu diingat, yang 60 persen itu bukan termasuk belanja barang dan jasa, karena belanja itu yang digunakan untuk gaji pegawai non ASN, sekitar 14 persen dari APBD,” ucapnya.
Sehingga harus ada penerapan absensi yang lebih detail di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) hingga seluruh elemen pemerintah di tingkat kecamatan. “Harus diterapkan absensi, yang bisa dikenali orangnya baik wajah, sidik jari dan tingkat produktivitas yang dilaporkan. Agar tidak hanya membebani anggaran, tapi ada kinerja yang dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu Kepala BKPSDA Bangkalan Agus Eka Leandy membantah tidak adanya pengawasan kedisiplinan pegawai. Menurutnya, pengawasan ASN sudah menjadi tanggung jawab pimpinan di masing-masing OPD. Sedangkan peran instansinya, menjadi leading sektor pengawasan pegawai. Namun tidak bisa mengawasi semua OPD secara langsung.
Sehingga, tidak akan mengetahui keaktifan dan produktivitas pegawai tanpa laporan dari pimpinan OPD terkait. Selain itu, ia menilai percuma menerapkan absensi yang canggih. Sebab, yang menjadi tolak ukurnya yaitu produktivitas pegawai jika tujuannya ingin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
“Percuma tingkat kehadirannya bagus tapi tidak produktif. Meski kehadiran juga ada poinnya, tapi yang kami ingin pastikan kinerjanya. Karena kalau kinerjanya bagus, sudah pasti dia rajin,” responnya.
Anggaran Belanja dan Jumlah Pegawai
Gaji
60 persen dari Rp2,4 triliun APBD
Data pegawai tahun 2021
8 ribu ASN
3 ribu THL
Reporter: Fathurrohman
Redaktur: Totok Iswanto