Dalang Wayang Kulit Satu-satunya di Madura, Sudirman Konsisten Gunakan Bahasa Madura dalam Setiap Pementasan

News201 views

KABAR MADURA | Di dunia pewayangan, dalang adalah penentu dari segalanya. Bahkan, dalam tubuh, dalang dianalogikan sebagai ruh. Dalang harus bertanggung jawab pada alur cerita yang disajikan, gamelan yang dimainkan, dan atas keapikan penampilan yang dipentaskan. Gambaran itulah yang dijalani oleh Noven Ali Sahos Sudirman, seorang dalang wayang kulit satu-satunya di Madura.

SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN

“Tidak perlu ada alasan yang muluk-muluk untuk mencintai seni budaya”. Begitu kata Dirman saat ditanya kenapa dirinya memilih menjadi dalang wayang kulit di daerah yang masih tabu dengan hal itu. Bahkan, dari segi finansial pun, pekerjaannya itu tidak bisa menjamin apa-apa. Tentu berbeda dengan kota-kota besar yang notabene telah akrab dengan pewayangan dan bahkan diapresiasi cukup tinggi.

Namun, bagi pria yang memiliki nama panggung Ki Sudirman Ali itu, ada kepuasan tersendiri saat ia menjadi bagian dari salah satu pelestari wayang di Madura, terlebih dengan statusnya sebagai dalang. Uniknya, Dirman selalu membawakan cerita wayang itu menggunakan Bahasa Madura, meski sedang pentas di luar Madura. Karena baginya, kearifan lokal tetap harus ada dalam seni budaya.

Baca Juga:  Bermodal Lima Kursi, NasDem Jagokan Kader Sendiri

“Semuanya menikmati pentas wayangnya meski menggunakan Bahasa Madura. Pernah pentas di Solo, kami menggunakan Bahasa Madura. Tapi ada juga saat-saat kami menggunakan Bahasa Indonesia,” jelasnya kepada Kabar Madura, Kamis (18/1/2024).

Di usianya yang kini telah melebihi setengah abad itu, tidak menyurutkan semangat Dirman untuk tetap berperan sebagai dalang. Dia adalah generasi keenam sebagai dalang. Semua berawal dari buku peninggalan sang ayah yang berisi tentang ilmu-ilmu pewayangan, mulai dari cerita Ramayana dan Mahabharata, tentang gamelan, dan edukasi lainnya. Dirman tertarik dan akhirnya pada tahun 2002 dia belajar didampingi sesepuhnya di sebuah paguyuban seni. Dia bisa dikatakan belajar otodidak. 2003, dia resmi menjadi dalang.

Baca Juga:  Anggaran Renovasi Sekolah Dikebut Habiskan Rp21 M dalam Sebulan

Tidak hanya soal kisah Rama Sinta, Hanoman, Rahwana, atau Lima Pandawa yang dia ceritakan. Tapi selama 20 tahun menjadi dalang, banyak cerita apik yang telah dia tuturkan melalui wayangnya, seperti tokoh heroik Gatot Kaca, dan kisah-kisah lain yang dia lahirkan sendiri.

Susah memang, terlebih harus menyesuaikan suara karakter masing-masing tokoh dengan gerak wayang. Tapi ketekunannya membuat dia menjadi dalang satu-satunya di Madura dengan segala pengalaman pentas di mana-mana.

“Secara finansial, perolehan dari ngedalang jauh dari kata cukup, tapi setiap kali pentas ada kepuasan tersendiri. Pentasnya hanya satu jam-an, persiapannya berhari-hari. Proses itulah yang menjadikannya enak,” tutur pria asal Desa Polagan, Kecamatan Galis itu.

Dirman berharap, ke depan ada generasi muda yang juga bergiat menjadi dalang Bahasa Madura.

Redaktur: Sule Sulaiman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *