Eksistensi Muhammadiyah di Sampang, Minoritas yang Ramah dan Santun

News492 views

KABARMADURA.ID | Organisasi Muhammadiyah memang tidak sebesar Nahdlatul Ulama (NU). Namun, eksistensinya di Sampang patut diperhitungkan. Sebab, tidak sedikit pula berkontribusi terhadap pembangunan manusia di kabupaten berjuluk Kota Bahari itu.

ALI WAFA, SAMPANG

Jika NU sedang bersuka ria merayakan usia satu abadnya, Muhammadiyah justru sudah melewatinya. Sebab usianya kini genap 110 tahun, atau 10 tahun lebih tua dari NU. Meski lebih sepuh, anggota organisasi besutan KH. Ahmad Dahlan itu tidak lebih banyak dari NU.

Di Sampang misalnya, anggota Muhammadiyah hanya berkisar 500 orang. Namun mereka konsisten berpegang teguh pada Alquran dan sunah. Salah satu ajaran sunah yang dipedomani yaitu menjaga kerukunan dan merawat kebersamaan.

Terbukti, warga Muhammadiyah di Sampang hidup berdampingan dengan warga NU, tanpa ada konflik sosial yang berarti. Padahal, keberadaannya di Sampang tidak ubahnya cempedak di tengah timbunan nangka. Mereka minoritas.

“Secara ibadah, kami mengikuti tuntunan Rasul. Kalau muamalah atau hubungan kemasyarakatan, dengan siapa saja. Kami bangun jembatan gotong royong tanpa melihat Muhammadiyah atau bukan. Kalau ibadah, kita sendiri-sendiri,” demikian penjelasan sekretaris Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Sampang, Suadi kepada Kabar Madura.

Baca Juga:  Bupati Sumenep Dorong Anak Muda Bertani untuk Mendukung Program Swasembada Pangan

Keharmonisan itu tetap terjaga sampai sekarang. Sebab secara fisik, sukar membedakan antara warga Muhammadiyah dengan warga NU. Mereka melebur menjadi satu, seolah tidak ada perbedaan antarkeduanya. Padahal secara prinsip, perbedaan mereka begitu kental.

Banner Iklan

“Contohnya saat penyembelihan hewan kurban. Kami mengutamakan warga sekitar Masjid Dakwah di Jalan Durian. Mereka kan tidak semuanya Muhammadiyah. Mau kaya atau miskin, kami beri,” sambung Suadi.

Kepengurusan Muhammadiyah di Sampang tersebar di beberapa kecamatan. Sedikitnya, tujuh cabang di enam kecamatan telah terbentuk kepengurusan berikut masjidnya. Yakni di Kecamatan Sampang, Torjun, Sreseh, Banyuates, Ketapang dan Camplong dengan dua cabang.

Salah satu kebiasaan Muhammadiyah yang diketahui masyarakat yaitu saat penetapan tanggal 1 Ramadan. Muhammadiyah cenderung lebih awal dalam melaksanakan puasa Ramadan. Karena Muhammadiyah memiliki metode sendiri dalam menetapkan awal Ramadan.

Baca Juga:  Judi Online Bisa Cederai Asta Cita, Polres Pamekasan Dekati Pelajar

Di 2023 ini, Muhammadiyah telah menetapkan tanggal 1 Ramadan pada 23 Maret. Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara resmi telah mengumumkannya. Hal itu wajar. Sebab menurut Suadi, penghitungan awal Ramadan itu telah dilakukan setahun sebelumnya.

Penghitungan 1 Ramadan di Muhammadiyah menggunakan metode hisab. Tidak hanya tentang Ramadan, penentuan waktu salat juga ditetapkan setahun sebelumnya. Jadwal salat itu telah ditetapkan melalui muktamar Muhammadiyah yang digelar dua tahun yang lalu.

“Yang sekarang 8 menit lebih lama. Seperti waktu Salat Subuh, yang selama pukul 04.00 terlalu pagi. Jadi 8 menit lebih lama,” tutup pensiunan guru asal Sidoarjo itu.

Suadi sendiri merupakan sekretaris PD Muhammadiyah Sampang selama empat periode. Muhammadiyah di Sampang akan menggelar musyawarah daerah (musda) yang ke-7 pada tanggal 7 Maret mendatang. Rencananya, musda akan dihelat di gedung gelanggang olahraga (GOR).

 

Redaktur: Wawan A. Husna

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *