Gambarkan Kondisi Sosial Masyarakat Madura, Tanèyan Lanjhang dan Perajin Ukiran Mulai Hilang dari Pamekasan

News55 views
Banner Iklan

KABAR MADURA | Keberadaan Tanèyan Lanjhang di Madura memiliki filosofi tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat Madura, termasuk di Pamekasan. Seyogyanya, Tanèyan Lanjhang tidak hanya sebatas pemukiman warga yang berjejer memanjang tanpa makna. Setiap sudut dan arah tata letak bangunan memiliki makna dan kepercayaan tersendiri.

SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN

Berbakti
Kharisma 2

Umumnya, Tanèyan Lanjhang merupakan tempat tinggal masyarakarat yang satu dengan lainnya, berjejer memanjang dalam satu halaman tanpa pagar. Hal itu menunjukkan sistem kekerabatan orang Madura yang cukup kuat. Sehingga, mereka bermukim secara berkelompok berdasarkan silsilah keluarga, tentu tanpa menghilangkan silaturahmi dengan warga lain yang tidak memiliki satu silsilah keluarga yang sama.

Peneliti Budaya Pamekasan Herdiyanto Wijaya mengatakan, tata letak di setiap rumah Tanèyan Lanjhang memiliki makna tersendiri. Seperti, bagian utara merupakan rumah yang ditempati. Untuk anak sulung,  harus berada paling barat, sementara anak bungsu berada di ujung timur atau dekat dengan pintu masuk halaman rumah. Hal itu tidak lepas dari anggapan bahwa yang lebih muda lebih kuat, hingga mampu menjaga penghuni rumah.

Baca Juga:  DLH Pamekasan Pastikan Akreditasi Laboratorium Lingkungan Dipastikan Tuntas di 2024

Kemudian, lanjut Herdi, di bagian sisi selatan merupakan kandang, dapur, dan kamar mandi. Sementara sisi barat, merupakan Khobung atau gazebo untuk tempat salat dan menerima tamu laki-laki. Sisi timur, merupakan pintu masuk ke halaman Tanèyan Lanjhang.

“Kalau di Pamekasan, keberadaan Tanèyan Lanjhang ini kira-kira sisa 20 persenan. Karena meskipun sudah diwariskan, generasi selanjutnya ini mulai tidak mau menempati. Alasannya beragam, karena dianggap sudah terlalu kuno bahkan dianggap angker. Ujung-ujungnya dijual,” paparnya, Minggu (21/7/2024).

Menurut Desainer kondang itu, filosofi Tanèyan Lanjhang tidak hanya terletak di posisi bangunannya. Namun, juga ada pada setiap ukiran yang ada di dalam bangunan, mulai dari ukiran di atap rumah hingga ke pintu rumah. Masing-masing memiliki ciri khas dan filosofi kuat yang  menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Madura.

Baca Juga:  Aspek Klaim 75 Persen Masyarakat Madura Dukung Khofifah Emil

Model Tanèyan Lanjhang Roma Bhangsal salah satunya. Ia memiliki arsitektur yang menggambarkan bahwa pemilik rumah tersebut adalah seorang bangsawan atau berpangkat. Biasanya, di atap rumah ada ukiran berbentuk sayap. Sementara untuk model Pegun, di atas atap rumahnya tidak ada lambang sayap. Namun, pada pintu masuk terdapat ukiran degan istilah Ghajjhuk yang melambangkan doa dan harapan pemilik rumah.

Namun sayangnya, lanjut Herdi, dewasa ini tidak hanya keberadaan hunian Tanèyan Lanjhang yang mulai memudar, perajin ukiran dalam bangunan  rumah Tanèyan Lanjhang juga mulai menghilang dari peredaran. Padahal, menurutnya Tanèyan Lanjhang memiliki nilai kultur sosial tinggi yang harus dilestatikan.

“Dalam realisasinya, juga ada Rokat Tanèyan Lanjhang. Mereka percaya, melalui kegiatan tersebut bisa membuang sial atau dalam Bahasa Madura tolak balak,” tutupnya.

Redaktur: Sule Sulaiman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *